Kamis, 31 Mei 2012

ANALISIS BUKU HADIS-HADIS BERMASALAH Karya Ali Mustafa Ya'qub



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Dalam Islam, Hadits merupakan sumber hukum kedua setelah al-Qur’an. Semua jumhur ulama mengakui hadits sebagai sumber hukum. Bagi kaum Muslim di Indonesia, yang mayoritas beraliran sunni, hadits menjadi sumber penting yang dijadikan sebagai sandaran utama. Bahkan, upaya-upaya mengabaikan hadits di kalangan Muslim Indonesia dianggap sebagai upaya menghancurkan salah satu sendi agama Islam itu sendiri.
Namun demikian, tidak seperti al-Qur’an yang metode periwayatannya dilakukan secara mutawatir dan sudah ditulis sejak masa kenabian Muhammad Saw., sehingga ia menjadi niscaya sebagai sumber hukum, tidak demikian halnya dengan hadis. Hadits, yang baru ditulis pada akhir abad II H dan periwayatannya yang tidak semuanya dilakukan secara mutawatir, perlu diteliti lebih dulu sebelum bisa diamalkan. Untuk itulah, para ulama di masa lalu berusaha mengembangkan sebuah metode dimana hadis selanjutnya bisa dijadikan sebagai sumber hukum. Secara umum, ada dua besaran atau objek kajian dalam hadis, yaitu kegiatan mendapatkan, mengkaji, dan mempelajari materi hadits dan (ilmu riwayah al-hadits) dan kegiatan mengkaji status hadis dengan mengukur apakah ia bisa diterima atau ditolak (ilmu dirayah al-hadits). Dari dua besaran kegiatan mempelajari hadis ini, disiplin ilmu terakhir lah yang banyak berkaitan dengan aktivitas mengamalkan atau aktivitas mendapatkan hukum (istinbat al-hukm) dari hadis, yang darinya dikenal dua metode kritik hadis, yaitu metode kritik sanad (periwayatan), dan metode kritik matn (teks/ redaksi).
Untuk konteks wilayah Indonesia pada umumnya, diantaranya muncul nama-nama yang ahli dibidang ilmu hadits. Diantaranya yang tidak asing ditelinga kita seperti Syuhudi  Ismail, Hasbi as-Shiddiqy dan berikut sosok pakar  Hadis yang akan kita bahas dalam makalah kali ini yang muncul diabad modern yaitu Ali Mustafa Ya’qub dalam karyanya Hadits-Hadits Bermasalah.  
Sebagai pengenalan, dalam makalah ini penulis sedikit mengulas secara singkat tentang biografi beliau, tema pokok isi buku beserta metodologi yang beliau pakai dalam pembukuan Hadis. Ini semua adalah hal-hal yang cukup penting untuk diketahui sebelum kita tenggelam lebih dalam saat membaca buku beliau.
B.  Rumusan Msalah
            Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan beberapa masalah yang menjadi acuan pembahasan dalam makalah ini , yaitu:
1.      Bagaimanakah biografi Ali Mustafa Ya’qub ?
2.      Jelasakan sedikit pengantar tentang buku ?
3.      Apa tema pokok dari buku Hadits-hadits bermasalah ?
4.      Bagaimana metodologi dan sistematika penulisan buku Hadits-hadits bermasalah  ?
5.      Apa kelebihan dan kekurangan dibandingkan buku lain ?


BAB II
PEMBAHASAN
A.  Biografi Ali Mustafa Ya’qub

Prof  Dr KH Ali Mustafa Yaqub, MA lahir di Batang Jawa Tengah, 1952. guru besar Hadis Institut Ilmu-Ilmu al-Qur'an (IIQ) Jakarta. Pada tahun 1966 ia mulai mondok di Pesantren Seblak Jombang sampai tingkat Tsanawiyah 1969. Kemudia ia nyantri lagi di Pesantren Tebuireng Jombang yang lokasinya hanya beberapa ratus meter saja dari Pondok Seblak. Di Pesantren ini ia menekuni kitab-kitab kuning di bawah asuhan para kiai sesepuh, antara lain al-Marhum KH. Idris Kamali, al-Marhum KH. Adlan Ali, al-Marhum KH. Shobari dan al-Musnid KH. Syansuri Badawi. Di Pesantren ini ia mengajar Bahasa Arab, sampai awal 1976.
Tahun 1976 ia melanjutkan pendidikanya di Fakultas Syariah Universitas Islam Imam Muhammad bin Saud, Riyadh, Saudi Arabia, sampai tamat dengan mendapatkan ijazah license, 1980. Kemudian masih di kota yang sama ia melanjutkan lagi di Universitas King Saud, Jurusan Tafsir Hadis, sampai tamat dengan memperoleh ijazah Master, 1985. Sedangkan gelar doktornya diperoleh dari universitas di India.
Disertasinya yang berjudul Kriteria halal-haram untuk pangan, obat dan kosmetika dalam perspektif al-Qur`an dan Hadis, untuk memperoleh gelar Doktor dalam Hukum Islam dari Universitas Nizamia, Hyderabad India. Sidang Munaqasyah yang dilakukan tim penguji internasional, dipimpin Prof Dr M Hassan Hitou, Guru Besar Fiqh Islam dan Ushul Fiqh Universitas Kuwait yang juga Direktur Ilmu-ilmu Islam Frankfurt Jerman. Para anggota penguji Prof Dr Taufiq Ramadhan Al-Buti (Guru Besar dan Ketua Jurusan Fiqh dan Ushul Fiqh Universitas Damaskus, Suriah), Prof Dr Mohammed Khaja Sharief M. Shahabuddin (Guru Besar dan Ketua Jurusan Hadis Universitas Nizamia, Hyderabad, India) dan Prof Dr M Saifullah Mohammed Afsafullah (Guru Besar dan Ketua Jurusan Sastra Arab Universitas Nizamia).
Kemudian mantan Ketua Umum Perhimpunan Pelajar Islam Indonesia ini pulang ke Indonesia dan mengajar di Institut Ilmu Al-Qur'an (IIQ) Jakarta, Institut Studi Ilmu Al-Qur'an (ISIQ/PTIQ) Jakarta,  Pengajian Tinggih Islam Masjid Istiqlal, Pendidikan Kader Ulama (PKU) MUI, Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STIDA) Al-Hamidiyah, dan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Tahun 1989, bersama keluarganya ia mendirikan Pesantren “Darus-Salam” di desa kelahirannya.
Sederet gelar itu sekaligus menjadikannya sebagai pakar pertama dalam bidang hadis di Indonesia. Sedikit dari ulama yang langka dari sosok ulama di tanah air. Selain aktif mengajar dan memberikan dakwah. Mendirikan Pondok Pesantren Luhur Ilmu Hadis Darus Sunnah, di Ciputat, Banten. Juga dipercaya menjadi Imam Besar Masjid Istiqlal, Jakarta.
Mantan Ketua Umum Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Riyadh yang aktif menulis ini, kini juga menjadi Sekjen Pimpinan Pusat Ittihadul Muaballighin, Anggota Komisi Fatwa MUI Pusat, Ketua STIDA al-Hamidiyah Jakarta, dan sejak Ramadhan 1415 H/Februari 1995 ia diamanati untuk menjadi Pengasuh/Pelaksana Harian Pesantren al-Hamidiyah Depok, setelah pendirinya KH. Achmad Sjaichu wafat 4 Januari 1995. Terakhir ia didaulat oleh kawan-kawannya untuk menjadi Ketua Lembaga Pengkajian Hadis Indonesia (LEPHI).

B.  Pengantar Umum Tentang Buku
Pada awalnya, Ali Mustafa Ya’qub sering menerima pertanyaan-pertanyaan dari berbagai lapisan masyarakat tentang hadits-hadits yang berkembang dikalangan mereka. Pertanyaan-pertanyaan itu datang kepada beliau, ada yang lewat telpon dan ada pula yang langsung datang kepada beliau. Biasanya, jawaban pertanyaan-pertanyaan itu beliau berikan secara singkat. Maklum, khususnya pertanyaan yang lewat telpon sering memerlukan waktu yang singkat. Namun demikian, mereka yang bertanya itu sering juga meminta keterangan-keterangan yang lebih rinci dari beliau.
Keteranagan-keteranagan yang rinci itu tentulah memerlukan kajian, bahasa, bahkan penelitian tentang hadits-hadits yang mereka tanyakan. Maka agar hasil kajian itu lebih diketahui oleh orang banyak, beliau kemudian menggunakan media massa untuk menyebarkan hasil kajiannya itu. Dan kebetulan pada waktu itu, yaitu pertengahan tahun 1990-an, beliau diamanati untuk mengasuh rubik Hadits/Mimbar dalam majalah Amanah Jakarta, sehinggah tulisan-tulisan tentang hadits itu diterbitkan dalam majalah tersebut.
Tentu saja, tulisan-tulisan yang diterbitkan oleh Majalah Amanah itu jumlahnya tidak banyak, namun hal itu telah mengilhami beliau untuk lebih banyak meneliti hadits-hadits seperti itu, yaitu hadits-hadits yang banyak dipermasalahkan di masyarakat. Hadit-hadits itu adakalanya kondang di masyarakat, bahkan menjadi dasar amalan ibadah mereka, padahal setelah diteliti hadits-hadits itu ternyata palsu. Ada pula hadits-hadits yang justru dianggap oleh sebagaian masyarakat sebagai hadits-hadits palsu, pada hal setelah diteliti ternyata hadits itu shahih. Dan adapula hadits yang ditinggalkan oleh sebagian masyarakat karna dinilai dhaif (lemah), padahal kedhaifan hadits itu tidak parah dan subtansinya didukung oleh dalil-dalil yang lebih kuat, sehinggah hadits tersebut tetap layak untuk tetap menjadi landasan beramal atau untuk meninggalkan perbuatan terlarang.
Beliau menyiapkan bukunya cukup lama. Betapa tidak, hadits yang pertama disiapkan pada bulan Desember 1994, sedangkan hadits terakhir disiapkan pada bulan Maret 2003, maka penyiapan buku ini hampir menelan waktu selama sembilan tahun. Namun demikian hal itu wajar saja, karena untuk menyiapakan isi bukunya, beliau menunggu apa yang berkembang di masyarakat. Bahakan sebagian pembahasan hadits yang berkembang yang terdapat dalam bukunya, berasal dari kejadian yang terjadi jauh sebelum tahun1994 itu. Misalnya hadits tentang sambutan Nabi saw pada waktu beliau hijrah ke Madinah dan hadits tentang sisa makanan mukmin itu obat.
Setelah hadits-hadits dikumpukan dalam bukunya, buku itu tidak disebut Hadits-hadits palsu dan lemah sekali, seperti lazimnya buku-buku yang suda terbit, tetapi cukup disebut dengan Hadits-hadits bemasalah. Tentu saja hadits-hadits yang semulah dipermasalahkan oleh sebagian masyarakat itu, setelah diketehui statusnya melalui buku itu, diharapkan tidak akan dipermasalahkan lagi.    

C.  Tema Pokok Isi Buku
Para ulama dan kaum muslimin sepakat, bahwa Hadis Rasulullah saw adalah sumber hukum kedua setelah Al-Qur'an. Bahkan, hadtis adalah penjelasan bagi isi Al-Qur'an. Namun, tidak setiap hadis diakui kebenarannya oleh para ulama, mengingat proses pembukuan hadis berlangsung cukup lama setelah selesainya wahyu Al-Qur'an diturunkan secara utuh. Di samping itu, untuk membuktikan kebenaran, apakah itu betul-betul ucapan Rasulullah atau bukan, dibutuhkan ketelitian, kekuatan hafalan dan ketekunan luar biasa. Oleh karena itu, kehati-hatian kita dalam menyampaikan hadis perlu untuk dilakukan. Karena ternyata banyak hadis-hadis yang sudah familiar di telinga kita, ternyata ada di antaranya merupakan hadis-hadis yang tidak jelas sumbernya.
Ali Mustafa Yaqub ternyata menemukan beberapa hadis yang bermasalah. Beliau, melalui melalui karyanya buku Hadits-hadits bermasalah menghimpun 33 hadis yang memiliki masalah, meskipun selama ini kita sering menyampaikannya, baik dalam forum ceramah atau obrolan sesama rekan.
Buku tersebut awal mulanya adalah jawaban atas pertanyaan dari berbagai lapisan masyarakat tentang hadis-hadis yang berkembang di kalangan mereka. Lalu disajikan dalam bentuk tulisan secara berkala di majalah Amanah dalam rubrik Hadis/Mimbar.
Buku tersebut berisi informasi penting tentang hadits-hadits yang dipermasalahkan dikalangan masyarkat. Buku tersebut menjadi penting karna jarang orang yang mau menekuni bidang hadits dan ilmu hadits, sehinggah ia dapat memberikan informasi tentang status dan permasalahan dari hal-hal yang berkaitan dengan hadits dan ilmu hadits.
Kendati buku itu merupakan buku beliau yang ke-16 dari buku-buku beliau yang sudah diterbitkan, namun buku tersebut menempati posisi yang paling strategis, karena ia berisi hadits-hadits yang dipermasalahkna dikalangan masyarakat. Karenanya tidak heran, ketika penerbit pustaka Firdaus melihat naskah buku itu tergeletak dimeja tamu rumah beliau, ia meminta supaya naskah buku itu deserahkan kepadanya. Namun beiau tidak menyerahkannya, karena isinya baru memuat 28 bahasan hadits, sementara beliau masih ingin menambahinya 5 buah hadits lagi. Bagaimanapun, melalui buku itu, beliau telah memberikan suatu informasi penting kepada ummat, khususnya yang berkaitan dengan hadits Nabawi, karena hal itu berhubungan erat dengan masalah agama mereka.  
Karya beliau tersebut sangat bermanfaat dikalangan masyarakat untuk mengetahui lebih jauh kedudukan hadits yang selama ini telah akrab di telinga dan lisan masyarakat, namun ternyata memiliki masalah.

D.  Metodologi dan sitematika penulisan buku hadits-hadits bermasalah
Usaha keras Ali Mustafa Ya’qub dalam mengumpulkan dan meneliti hadits guna memastikan kualitasnya, akhirnya tersusunlah sebua buku hadits sebagaimana yang dikenal pada saat ini dengan tema Hadits-hadits bermasalah. Usaha kerasnya ini tergambar dari usaha beliau mempersiapkan bukunya selama sembilan tahun, yang dimulai pada tahun 1994 sampai pada tahun 2003.
Nama buku Hadits-hadits bermasalah adalah merupakan pemberian langsung Ali Mustafa Ya’qub yang ditulis sebanyak 203 halaman, Pada mulanya Ali Mustafa Ya’qub hanya mengumpulkan sebanyak 28 hadits, namun setelah melihat apa yang berkembang dimasyarakat, ternyata  masih ada hadits yang perlu beliau tambahkan dalam bukunya tersebut, beliau menambahkan sebanyak 5 buah hadits lagi, karna hadits tersebut dipandang perlu untuk diketahui oleh masyarakat.
Metode yang dipakai oleh Ali Mustafa Ya’qub dalam menulis bukunya adalah metode maudhu’i (tematik). Dengan diawali dengan uraian cerita (qishahah) dan metode dialog (hiwar). Bahkan kadang-kadang disana diselipi dengan kata-kata jenaka. Tujuannya untuk mempermudah pembaca memahami kandungan hadis tersebut. Sebagai suatu cerita, terkadang tulisan-tulisan dalam buku tersebut, diangkat dari kejadian-kejadian yang terjadi di masyarakat, dan tentu saja dengan dilakukan perubahan nama tokoh-tokoh dalam cerita itu. Adapula tulisan itu semata-mata fiktif, tanpa diawali suatu kejadian apapun. Dan ada pula yang merupakan gabungan antara fakta dan fiktif. Penulis buku yang juga pimpinan Pesantran Luhur Ilmu Hadis Darus Sunnah, menjabarkan setiap hadis dari mulai matan (teks)-nya, rawi (periwayat), kualitas hadis dan kedudukan hadis itu secara umum serta uraian sedikit banyak menyangkut ilmu hadits.
 Hadits-hadits yang disajikan dalam buku tersebut cukup familiar dan kita akan terkejut, ternyata banyak hadits yang bermasalah. Dan itu adalah yang berkembang di masyarakat. Kenyataan ini membuktikan apa yang beliau tegaskan bahwa, dibanding dengan hadit-hadits shahih, Hadits-hadits yang palsu yang beredar di masyarakat jumlahnya jauh lebih kecil. Namaun jumlah yang sangat kecil ini apabila dibiarkan, dapat mengotori jumlah yang sangat besar. Karenanya membersihkan yang sangat besar dari hal-hal yang sangat kecil itu tampaknya suatu keharusan.
Ada sebanyak 33 hadits yang beliau himpun dalam bukunya, ke-33 hadits tersebut dipandang hadits-hadits yang bermasalah ataupun dipandandang sebagai hadits Dha’if. Ali Mustafa Ya’qub menetapkan kualitas hadits tersebut sebagai hadits-hadits yang bermsalah tidak sekedar menetapkan saja. Akan tetapi untuk memastikan kualitas sebua hadits dalam menyusun bukunya terlebih dahulu beliau meneliti hadits itu dengan mentahkrij hadits tersebut dari kitab sumbernya, dan tidak hanya merujuk pada satu kitab saja akan tetapi semua kitab-kitab yang menukuil hadits tersebut. Setelah itu barulah beliau melakukan i’tibar, meneliti siapa-siapa yang menjadi sanadnya, siapa rawinya dan tak lupa juga beliau meneliti kualitas matannya, baru setelah itu beliau memperkuatnya dengan asbabul wurud hadits tersebut.
Koleksi hadits dalam buku beliau tidak terbatas pada satu pembahasan saja, akan tetapi berisi beberapa pembahasan, beliau mengisi kitabnya dengan hadits-hadits tentang hukum, mu’amalah, fadhailul a’mal, kisah-kisah, ahklak, dan beberapa pembahasan yang lain mengenai hadits-hadits yang populer di kalangan masyarakat yang kualitas haditsnya lemah.
Berikut ini kami sajikan pembahasan yang terkandung dalam buku Hadits-hadits bermasalah :
1.      Mencari ilmu di negri China.
2.      Perbedaan pendapat itu rahmat.
3.      Ulama-Umarah.
4.      Kemiskinan itu mendekati kekafiran.
5.      Fadhilah dan shalat malam nishfu sya’ban.
6.      Ramadhan diawali rahmat.
7.      Pergi Haji dengan uang haram
8.      Tanpa Nabi Muhammad dunia tidak tercipta
9.      Ibadah haji dan ziarah kubur Nabi saw
10.  Bekerja untuk dunia seperti akan hidup selamanya
11.  Perpecahan umat Islam menjadi tuju puluh tiga golongan
12.  Wanita tiang negara
13.  Siapa menghendaki dunia atau akhirat ia wajib berilmu
14.  Cinta tanah air sebagian dari iman
15.  Orang yang mengenali dirinya ia mengenali tuhannya
16.  Manusia mengikuti perilaku pemimpinnya
17.  Sisa makanan mukmin itu obat
18.  Ulama itu ibarat nabi-nabi bani Israil
19.  Keajaiban seputar kelahiran Nabi saw
20.  Seekor kijang menyalami Nabi saw
21.  Tidak makan kecuali lapar
22.  Memperingati maulid Nabi saw
23.  Nabi saw disambut qashida thala’ al-badr
24.  Ramadhan setahun penuh
25.  Shalat tasbih
26.  Menyombongi orang sombong adalah sedekah
27.  Jumlah rakaat shalat tarwih
28.  Tidurnya orang bepuasa itu ibadah
29.  Ramadhan tergantung zakat fitrah, 
30.  Shalat memakai surban.
31.  Bergembira dengan datangnya bulan Ramadhan.   
32.  Lima perbuatan pembatal puasa. 
33.  Surga merindukan empat orang.   
Ke-33 hadits diatas adalah hadits yang dipandang sebagai hadits-hadits yang bermasalah setelah dilakukannya penelitian yang mendalam. Sebahagian hadits diatas adalah hadits yang kualitasnya dhaif (lemah), hadits matruk (semi palsu), dan sebagian pula bahkan adalah hadits madhu’ (palsu). Hadits-hadits diatas tidak ditemukan pada kitab-kitab hadits yang mu’tabar baik pada Kutub as-Sittah dan bahkan pada Kutub at-Tis’ah. Hadits-hadits tersebut hanya bisa ditemui pada kitab-kitab fadhail al-‘A’mal seperti kitab Durrutun an-Nasihin dan kitab-kitab hadits yang bercorak tasawwuf.
E.  Kelebihan dan kekurangan dibanding buku sejenis
Ada beberapa keistimewaan yang dimiliki oleh Buku Hadits-hadits bermasalah dibandingkan buku sejenisnya, antara lain sebagai berikut:
1.      Mencantumkan nama Perawi Hadits yang bermasalah
2.      Membumbuhi bukunya dengan komentar-komentar para ulama terhadap hadits yang diteliti
3.      Dilengkapi dengan uraian cerita (qishahah) dan metode dialog (hiwar).
4.      Menjelaskan sumber dimana hadits tersebut diambil
Sebagai suatu penelitian ilmiah, karya tersebut tidak lepas dari kekurangan-kekuranag. Dalam sebuah penelitian, khususnya Ilmu Hadits, sebuah penukilan yang akurat adalah penukilan yang dilakukan dari buku pertama dari sumber yang asli. Seyogyanya penelitian dalam buku itu semuanya begitu. Namun karena terkadang beliau kesulitan mendapatkan sumber yang asli itu, beliau terpaksa menukil dari sumber yang kedua. Kelemahan dalam penukilan seperti ini adalah apabila dalam penukilan sumber kedua itu salah, kemudian beliau menukil dari situ, maka akan terjadi dua kali kesalahan dalam penukilan. Namu bagaimanapun beliau telah berusah untuk merujuk dan menukil dari sumber-sumber asli yang pertma, kecuali beliau mendapatkan kesulitan-kesulitan untuk mendapatkan rujukan-rujukan yang asli. Dan ayang akhir ini jumlahnya sedikit. 


BAB III
PENUTUP
Buku Hadit-hadits bermasalah awal mulanya adalah jawaban atas pertanyaan dari berbagai lapisan masyarakat tentang hadis-hadis yang berkembang di kalangan mereka. Lalu disajikan dalam bentuk tulisan secara berkala di majalah Amanah dalam rubrik Hadis/Mimbar. Pada tahun 2003 barulah buku beliau diterbitakan oleh Pustaka Firdaus.
Buku tersebut berisi informasi penting tentang hadits-hadits yang dipermasalahkan dikalangan masyarkat. Ada sebanyak 33 Hadits yang dihimpun dalam buku tersebut yang dipandang sebagai hadits-hadits yang bermasalah yang masyhur dikalangan masyarakat Indonesia.
Metode yang dipakai oleh Ali Mustafa Ya’qub dalam menulis bukunya adalah metode maudhu’i (tematik). Dengan diawali dengan uraian cerita (qishahah) dan metode dialog (hiwar). Ali Mustafa Ya’qub menjabarkan setiap hadis dari mulai matan (teks)-nya, rawi (periwayat), kualitas hadis dan kedudukan hadis itu secara umum serta uraian sedikit banyak menyangkut ilmu hadits.
Buku Hadits-hadits bermasalah memiliki beberapa keistimewaan dibandingkan buku sejenisnya, antara lain: Mencantumkan nama Perawi Hadits yang bermasalah, membumbuhi bukunya dengan komentar-komentar para ulama terhadap hadits yang diteliti, beliau melengkapi bukunya dengan menjelaskan Asbabul wurud hadits tersebut, dilengkapi dengan uraian cerita (qishahah) dan metode dialog (hiwar) dan menjelaskan sumber dimana hadits tersebut diambil. Sedangkan kekurangan yang terdapat pada buku beliau ialah ada beberapa hadits yang diambil dari sumber yang kedua karna kadang kala beliau kesulitan untuk mendapatkan kitab sumber yang asli karena terbatasnya literatur-literatur hadits di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Ya’qub, Ali Mustafa Hadits-Hadits Bermasalah (Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 2008)
Ya’qub, Ali Mustafa Hadits-Hadits Palsu Seputar Ramadhan (Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 2003)
Ya’qub, Ali Mustafa Hadits Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya (Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 1994)
http//Forum Ilmiah Ushuluddin UIN Suska Riau
http//Hanif-Muhtadin.blogspot.com/2010/11/ali-musthafa-yaqub.html
htpp//darussunnah.net/index.php?option=com_content...

Rabu, 30 Mei 2012

ANALISIS KITAB SHAHIH BUKHARI

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Al-Qur’an sebagai kalamullah adalah sumber hukum tertinggi umat Islam. Meskipun demikian tanpa pelengkap kalamullah tersebut belum mampu untuk dipahami, dicerna ataupun diamalkan. Dengan kata lain Al-Qur’an belumlah sempurna tanpa bantuan Al-Hadits sebagai salah satu pelengkapnya.
Jika melihat pada literatur sejarah, kodifikasi Hadis mengalami rentetan peristiwa yang cukup panjang. Saat menyadari kemustahilan untuk melestarikan Hadis dengan hafalan, beberapa ulama Hadis mulai menuliskan apa yang dia hafal. Setelah penulisan dan pembukuan Hadis diizinkan secara resmi pada masa kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz, ulama-ulama tersebut mengumpulkan apa yang dia tulis dan membukukannya. Di antaranya nama-nama yang tidak asing di telinga kita seperti Imam Malik dengan "Muwattha'"-nya, Imam Muslim, dan berikut sosok ulama Hadis yang akan kita bahas dalam makalah kali ini, Imam Bukhari dengan kitab Shahih al-Bukharinya.
Sebagai pengenalan, dalam makalah ini penulis sedikit mengulas secara singkat tentang biografi beliau, sejarah kitab miliknya beserta metodologi yang beliau pakai dalam pembukuan Hadis. Ini semua adalah hal-hal yang cukup penting untuk diketahui sebelum kita tenggelam lebih dalam saat membaca kitab Shahih Bukhari ini.
B.  Rumusan Masalah
            Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan beberapa masalah yang menjadi acuan pembahasan dalam makalah ini , yaitu:
1.    Bagaimanakah biografi Imam Bukhari ?
2.    Bagaimanakah sejarah dan latar belakang penulisan kitab Shahih Bukhari ?
3.    Bagaimana metodologi penulisan kitab hadits shahih Bukhari ?
4.    Kitab-kitab apakah yang mensyarah Sahih Bukhari ?
5.    Bagaimana Penilaian Ulama Terhahadap Kitab Shahih Bukhari ?
6.    Apa kelebihan dan kekurangan kitab Shahih Bukhari ?


BAB II
PEMBAHASAN
A.  Biografi Imam Bukhari
Imam Bukhari adalah seorang tokoh yang terkenal dengan kehebatanya dalam bidang hadits, sehinga apabila sebua hadits sebagai “riwayat Imām Bukhārī”, seolah mengindikasikan bahwa hadits itu tidak perlu ditinjau lagi keshahihannya.
Nama lengkap Imam Bukhari adalah  Abū ‘ Abdullāh Muḥammād bin’ Ismāil bin Ibrahīm bin al-Mugīrah bin Bardizbah al-Ju’fi  al-Bukhārī. Beliau lebih dikenal dengan nama al-Bukhari, hal ini disandarkan pada tempat kelahirannya yakni Bukhārā. Ia dilahirkan pada hari jumat, 13 Syawwāl 194 H (21 Juli 810 M) di Bukhara. Ia mengembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 30 Ramaḍān 256 H (31 Agustus 870 M) diusianya yang ke 62 tahun.[1]
Bukhari memiliki daya hapal tinggih sebagaimana yang diakui kakanya, Rāsyīd bin ‘Ismaīl. Sosok Bukhari kurus, tidak tinggih, tidak pendek, kulit agak kecoklatan, ramah, dermawan, dan banyak menyumbangkan hartanya untuk pendidikan.[2]
Bukhari dididik dalam keluarga ulama yang taat beragama. Dalam kitab ats-Tsiqāt, Ibnu Ḥibbān menulis bahwa ayahnya dikenal sebagai orang yang wara' dalam arti berhati-hati terhadap hal-hal yang bersifat syubhat (ragu-ragu) hukumnya terlebih lebih terhadap hal yang haram. Ayahnya adalah seorang ulama bermadzhab Maliki dan merupakan murid dari Imām Mālik, seorang ulama besar dan ahli fikih. Ayahnya wafat ketika Bukhari masih kecil.  
Disaat usianya belum mencapai sepuluh tahun, Imam Bukhari telah mulai belajar hadits dan sudah melakukan pengembaraan ke Balkha, Naisabur, Rayy, Baghdad, Bashrah, Kufah, Makkah, Mesir, dan Syam. Jadi, tidaklah mengherankan apabila pada usianya yang belum genap 16 tahun ia tela berhasil menghafal matan sekalius perawi hadits dari beberapa kitab karangan Ibnu Mubarak dan Waqi’[3].
Tidak semua hadits yang beliau hafalkan kemudian diriwayatkan, melainkan terlebih dahulu diseleksi dengan seleksi yang sangat ketat, diantaranya apakah sanad (riwayat) dari hadits tersebut bersambung dan apakah rawi (periwayat/pembawa) hadits itu terpercaya dan tsiqah (kuat). Menurut Ibnū Hajār al-Asqalānī, Bukhari menulis sebanyak 9.082 hadits dalam karya monumentalnya, al-Jami’ as-Ṣaḥiḥ yang dikenal dengan sebagai shahih bukhari.
Dalam meneliti dan menyeleksi hadits dan diskusi dengan para rawi, Imam Bukhari sangat sopan. Kritik-kritik yang dilontarkan kepada rawi juga cukup halus, namun tajam. Kepada rawi yang sudah jelas kebohongannya, ia berkata, “perlu dipertimbankan”, para ulama meninggalkannya atau para ulama berdiam diri hal itu.” Sementara kepada rawi yang haditnya tidak jelas, ia menyataka, “Haditsnya diingkari.” Bahkan, banyak meninggalkan rawi yang diragukan kejujurannya. Dia berkata, “saya meninggalkan 10.000 hadits yang diriwayatkan oleh yang perlu dipertimbangkan dan meninggalkan hadit-hadits dengan jumlah yang sama atau lebih, yang diriwayatkan rawi, yang dalam pandangan saya perlu dipertbangkan”.    
Banyak ulama atau rawi yang ditemui sehinggah Imam Bukhari banyak mencatat jati diri dan sikap mereka secara teliti dan akurat. Untuk mendapatkan keterangan yang lengkap mengenai sebua hadits, mengecek keakuratan sebuah hadits, ia berkali-berkali mendatangi ulama atau rawi meskipun berada di kota atau negeri yang jauh.
Suatu ketika penduduk Samarkand mengirim surat kepada Imam Bukhari. Isinya, meminta dirinya agar menetap di negeri itu (Samarkand). Ia pun pergi memenuhi permohonan mereka. Ketika perjalanannya sampai di Khartand, sebuah desa kecil terletak dua farsakh (sekitar 10 Km) sebelum Samarkand, ia singgah terlebih dahulu untuk mengunjungi beberapa familinya. Namun disana beliau jatuh sakit selama beberapa hari. Dan Akhirnya meninggal pada tanggal 31 Agustus 870 M (256 H) pada malam Idul Fitri dalam usia 62 tahun kurang 13 hari. Beliau dimakamkan selepas Shalat Ẓuhur pada Hari Raya Idul Fitri. Sebelum meninggal dunia, ia berpesan bahwa jika meninggal nanti jenazahnya agar dikafani tiga helai kain, tanpa baju dalam dan tidak memakai sorban. Pesan itu dilaksanakan dengan baik oleh masyarakat setempat. Beliau meninggal tanpa meninggalkan seorang anakpun.
1.    Guru-guru beliau
Perjalanan panjangnya  kebeberapa daerah tersebut memungkinkannya untuk menemui beberapa ulama yang kemudian dijadikan guru dalam berbagai disiplin ilmu, utamanya dalam bidang hadts.  Diantara beberapa ulama yang kemudian menjadi gurunya ialah:
a.         Abū 'Aṣim An-Nabīl
b.         Makkī bin Ibrahīm
c.         Muḥammād bin 'Īsā bin Aṭ-Ṭabba'
d.         ‘Ubaidullāh bin Mūsā
e.         Muḥammād bin Salām Al-Baikandi
f.           Aḥmād bin Ḥambāl
g.         Isḥāq bin Manṣūr
h.         Khallād bin Yaḥyā bin afwan
i.           Ayyūb bin Sulaimān bin Bilāl
j.           Amād bin Isykāb[4]
Dan masih banyak lagi

2.    Murid-murid beliau
     Beliau memiliki murid yang banyak dari setiap penjuru, namun yang dianggap paling populer adalah :
a.       Al-Imām Abū al-Ḥusain Muslīm bin al-Hajjāj an-Naisaburi (204-261), penulis kitab aḥīh Muslīm yang terkenal
b.      Al-Imām Abū 'Īsā At-Tirmīżi (210-279) penulis buku sunan At-Tirmīżi yang terkenal
c.       Al-Imām alīh bin Muammād (205-293)
d.      Al-Imām Abū Bakār bin Muammād bin Isḥāq bin Khuaimah (223-311), penulis buku Ṣaḥīh Ibnū Khuaimah.
e.       Al-Imām Abū Al-Faḍl Aḥmād bin Salamāh An-Naisaburi (286), teman dekat Imām Muslīm, dan dia juga memiliki buku shahih seperti buku Imām Muslīm.
f.       Al-Imām Muḥammād bin Naṣr Al-Marwāzi (202-294)
g.      Al-Ḥāfiẓ Abū Bakār bin Abī Dāwud Sulaimān bin Al-Asy'ats (230-316)
h.      Al-Ḥāfizh Abū Al-Qāsim ‘Abdullāh bin Muḥammād bin ‘Abdul 'Aziz Al-                Bagāwi (214-317)
i.        Al-Ḥāfiẓ Abū Al-Qāḍi Abū ‘Abdillāh Al-Ḥusain bin ‘Isma'il Al-Maḥāmili (235-330)
j.        Al-Imām Abū Isḥāq Ibrahīm bin Ma'qīl al-Nasafi (290)
k.      Al-Imām Abū Muḥammād Ḥammād bin Syakir al-Naswī (311)
l.        Al-Imām Abū ‘Abdillāh Muḥammād bin Yūsuf bin Maṭār al-Firabri (231-320)[5]
3.    Karya-karya beliau
a.      Al-Jāmi' al-Ṣaḥīh (Ṣaḥīh Bukhāri)
b.      Al-Adāb al-Mufrād.
c.       At-Tarīkh al-Ṣagīr.
d.      At-Tarīkh al-Awsaṭ.
e.       At-Tarīkh al-Kabīr.
f.        At-Tafsīr al-Kabīr.
g.      Al-Musnād al-Kabīr.
h.      Kitāb al-'Ilāl.
i.        Raf'ūl Yadain fī al-Ṣalāḥ.
j.        Birru al-Wālidain.
k.       Kitāb al-Asyribah.
l.        Al-Qirā`ah Khalfa al-Imām.
m.    Kitāb al-Ḍu'āfa.
n.      Usami al-Ṣaḥābah.
o.      Kitāb al-Kuna.
p.      Al-Ḥbbah
q.      Al-Wiḥdān
r.       Al-Fawa`id
s.       Qaḍāya al-Ṣaḥābah wa al-Tabī'in
t.        Masyīkhah[6]

B.  Sejarah dan latar belakang penulisan kitab Shahih Bukhari
                                                    
Imam al-Bukhari memberi nama kitabnya  Al-Jāmi’ al-Musnad al-Shahih al-Mukhtṣar min umūri rasūlillāhi ṣallallāhu alahi wa sallām. Pemberian nama  al-Jāmi’ menunjukan bahwa kitab sahih ini tidak hanya menghimpun hadis-hadis dalam satu bidang keagamaan, tetapi banyak bidang keagamaan. Di samping itu penggunaan kata al-musnād al-ṣahīh mengindikasikan bahwa hadis-hadis di dalam kitab shahih ini adalah hadis-hadis yang memiliki sandaran yang kuat.
Meski sudah termasuk luar biasa dalam bidang hadits dan ilmu hadits, tampaknya Imam Bukhari tidak begitu saja membukukan hadits-hadits nabawi. Ada beberapa faktor yang mendorong untuk menulis kitab itu, yang menunjuknya bahwa penulisnya tidak mau berangkat dari kemauannya sendiri. Karenanya wajar apabila keikhlasan beliau menjadikan kitabnya sebagai rujukan yang paling otientik sesudah al-Qur'an. Sementara faktor-faktor itu ialah:
1.    Belum adanya kitab hadis yang khusus memuat hadis-hadis sahih yang mencakup berbagai bidang dan masalah.
Pada akhir masa tabiin di saat ulama sudah menyebar ke berbagai penjuru negeri, hadis-hadis Nabi sudah mulai di bukukan, orang pertama yang melakukan ini adalah al-Rabi’ bin Ṣabīh (w. 160 H), Saīd bin Abū Arubah (w. 156 H), yang mana metode penulisan mereka terbatas pada hal-hal tertentu saja, sampai pada akhirnya ulama berikutnya menulis hadis lebih lengkap, mereka menulis hadis-hadis hukum yang cukup luas meskipun tulisan-tulisan mereka masih bercampur dengan fatwa-fatwa sahabat, tabiin, dan tabi’ut al-tabiin, seperti: Imām Mālik, Ibnū Juraiz dan al-Auzai.
Kemudian pada abad ke dua ulama mulai menulis hadis secara tersendiri tanpa dicampuri fatwa-fatwa sahabat maupun tabiin, metode penulisannya berbentuk musnad dimana disebutkan terlebih dahulu nama sahabat kemudian hadis-hadis yang diriwayatkan. Ada pula yang menggabungkan antara metode bab-bab dan metode musnad seperti yang dilakukan Abū Bakār Syaibah. Namun demikian, kitab-kitab tersebut masih bercampur antara yang sahih, hasan dan daif.
Inilah yang kemudian menjadi salah satu alasan Bukhari atas inisiatifnya dalam mengumpulkan hadis-hadis yang sahih saja yang tercover dalam al-Jāmi’ al-Ṣahīh.
2.    Dorongan sang guru
Terdorong atas saran salah seorang guru beliau yakni Isḥāq bin Rahawaih, Imam al-Bukhari mengatakan” ketika aku berada di kediaman Ishaq, beliau menyarankan agar aku menulis kitab yang singkat yang hanya memuat hadis-hadis sahih Rasulullah saw. Imam al-bukhari menjelaskan hubungan antara permintaan gurunya dan penyusunan kitab Sahihnya:
 فوقع في قلبي في جمع الجامع الصحيح
 “Maka terbesit dalam hatiku, maka mulai saya mengumpulkan al-Jami’ al-Shahih”[7]
3.    Dorongan hati
Diriwayatkan Muammād bin Sulaimān bin Faris, Bukhari berkata” aku bermimpi bertemu Rasulullah saw. aku berdiri di hadapannya sambil mengipasinya kemudian aku datang pada ahli ta’bir mimpi untuk menanyakan maksud dari mimpi itu”, ahli ta’bir itu mengatakan bahwa “anda akan membersihkan kebohongan-kebohongan yang dilontarkan pada Rasulullah saw.[8]
Dan untuk ini, imam al-Bukhari mencari karya-karya pada masanya dan sebelumnya guna memilah dan memilih hadis yanng sahih penyandarannya kepada Rasulullah saw.
C.  Metodologi  Dan Sistematika Penulisan Kitab Shahih Bukhari
Imam Bukhari adalah ahli hadits yang termasyhur diantara para ahli hadits sejak dulu hingga kini bersama dengan Imām Aḥmād, Imām Muslīm, Abū Dāwud, Tirmīżi, An-Nasai, dan Ibnu Mājah. Bahkan dalam kitab-kitab fiqih dan hadits, hadits-hadits beliau memiliki derajat yang tinggi. Sebagian menyebutnya dengan julukan Amirul Mukminin fil Hadits (Pemimpin kaum mukmin dalam hal Ilmu Hadits). Dalam bidang ini, hampir semua ulama di dunia merujuk kepadanya.
Dengan usaha kerasnya dalam mengumpulkan dan meneliti hadits guna memastikan keshahihannya, akhirnya tersusunlah sebua kitab hadits sebagaimana yang dikenal pada saat ini. Usaha kerasnya ini tergambar dalam sebua pernyataan Imam Bukhari sendiri, “Aku menyesun kitab Al-Jami’ al-Musnad as-Shahih ini selama 16 tahun. Ia merupakan hasil seleksi dari 600.000 buah hadits.[9]
Untuk memastikan keshahihan sebua hadits dalam menyusun kitab ini, Imam bukhari tidak hanya berusah secara fisik, tetapi juga melibatkan nonfisik. Salah seorang muridnya yang bernama al-Firbari menyatakan bahwa ia pernah mendengar Imam Bukhari berkata, “Aku menyusun al-Jami’ al-Musnad as-Shahih ini di Masjidil Haram. Aku tidak memasukkan sebua hadits pun kedalam kitab itu sebelum aku shalat istikhara dua rakaat. Setelah itu, aku baru betul-betul merasa yakin bahwa hadits tersebut adalah hadits shahih.”[10]
Kitab hadits karya Imam Bukhari disusun dengan pembagian beberapa judul. Judul-judul tersebut dikenal dengan istilah “Kitāb”. Jumlah judul (kitab) yang terdapat di dalamnya adalah 97 kitab. Setiap kitab dibagi menjadi beberapa subjudul yang dikenal dengan istilah “bab”. Jumlah total babnya adalah 4550 bab, yang dimulai dengan kitab bad’u al-waḥy, dan disusul dengan kitāb al-Imān, kitāb al-‘Ilm, kitāb al-Wadu’, dan sterunya.
Ibnu Ṣalāḥ dalam mukaddimahnya menyebutkan bahwa jumlah hadits dalam Shahih al-Bukhari sebanyak dalam muqaddimah-nya menyebutkan bahwa jumlah hadits dalam Shahih al-Bukhari sebanyak 7.275 buah hadits, termasuk hadits-hadits yang disebutkan secarah berulang, atau sebanyak 4.000 hadits tanpa pengulangan. Perhitungan ini diikuti oleh Muḥyiddīn an-Nawawi dalam kitabnya at-Taqrīb.
Selain pendapat diatas, Ibnu Hajar dalam muqaddimah-nya Fatḥul Bārī, syaraḥ Ṣaḥīh al-Bukhāri, menjelaskan bahwa jumlah hadists Shahih dalam Shahih al-Bukhari yang sanadnya bersambung (mauṣūl) adalah 2.602 hadits tanpa pengulangan. Adapun jumlah hadits yang sanadnya tidak diwasalkan (tidak disebutkan secarah bersambung) adalah 159 hadits. Semua hadits dalam Shahih al-Bukhari, termasuk hadits yang disebut secara berulang, adalah sebanyak 7.397 hadits. Jumlah ini diluar hadits yang mauquf kepada sahabat dan (perkataan) yang diriwayatkan dan tabiin dan ulama-ulama sesudahnya.
Berikut ini kami sajikan kitab-kitab (judul-judul) yang terkandung dalam Ṣhaḥiḥ al-Bukhārī.
1.        Kitab tentang permulaan turunnya wahyu
2.        Kiyab tentang iman
3.        Kitab tentang ilmu
4.        Kitab tentang wudhu
5.        Kitab tentang mandi
6.        Kitab tentang haid
7.        Kitab tentang tayammum
8.        Kitab tentang shalat
9.        Kitab tentang waktu-waktu shalat
10.    Kitab tentang azan
11.    Kitab tentang shalat jumat
12.    Kitab tentang jenazah
13.    Kitab tentang zakat
14.    Kitab tentang haji
15.    Kitab tentang puasa
16.    Kitab tentang shalat tarwih
17.    Kitab tentang i’tikaf
18.    Kitab tentang jual beli
19.    Kitab tentang akad pesanan (salam)
20.    Kitab Syuf’ah (hak membeli terlebih dahulu)
21.    Kitab tentang sewa-menyewa
22.    Kitab tentang pengalihan utang
23.    Kitab tentang perwakilan
24.    Kiab tentang perkongsian dalam pertanian
25.    Kitab tentang perkongsian dalam penyiraman tanaman (al-Musāqah)
26.    Kitab tentang utang-piutang  
27.    Kitab tentang perselisishan
28.    Kitab tentang barang temuan
29.    Kitab tentang kezaliman dan gasab
30.    Kitab tentang kongsi
31.    Kitab tentang gadai
32.    Kitab tentang memerdekakan budak
33.    Kitab tentang hibah
34.    Kitab tentang persaksian
35.    Kitab tentang perdamaian
36.    Kitab tentang syarat-syarat
37.    Kitab tentang wasiat
38.    Kitab tentang jihad
39.    Kitab tentang mendapat bagian seperlima
40.    Kitab tentang jizyah (pajak)
41.    Kitab tentang permulaan pencipaan mahkluk
42.    Kitab tentang para nabi
43.    Kitab tentang manakib (biografi)
44.    Kitab tentang peperangan
45.    Kitab tentang tafsir al-Quran
46.    Kitab tentang keutamaan al-Quran
47.    Kitab tentang pernikahan
48.    Kitab tentang perceraian
49.    Kitab tentang nafkah
50.    Kitab tentang makanan
51.    Kitab tentang akikah
52.    Kitab tentang sembelihan dan perburuan hewan
53.    Kitab tentang kurban
54.    Kita tentang minuman
55.    Kitab tentang orang sakit
56.    Kitab tentang pengobatan
57.    Kitab tentang busana
58.    Kitab tentang adab
59.    Kitab tentang meminta izin
60.    Kitab tentang doa-doa
61.    Kitab ar-Riqāq (pelbagai hal yang melembutkan hati)
62.    Kitab tentang takdir
63.    Kitab tentang sumpah dan nazar
64.    Kitab tentang tebusan sumpah
65.    Kitab tentang waris
66.    Kitab tentang hudud
67.    Kitab tentan denda
68.    Kitab tentang taubat orang-orang yang murtad dan membangkan
69.    Kitab tentang pemaksaan
70.    Kitab tentang ḥilah (rekayasa hukum)
71.    Kitab tentang mimpi
72.    Kitab tentang fitnah
73.    Kitab tentang hukum-hukum
74.    Kitab tentang at-Tamannī (harapan)
75.    Kitab tentang khabar dari satu perawi
76.    Kitab tentang berpegang teguh pada al-Quran dan sunnah
77.    Kitab tentang tauhid
            Perlu diketahui bahwa dalam kitab Shahih al-Bukhari ada sejulah hadits yang tidak dimuat dalam bab. Ada juga sejumlah bab yang berisi banyak hadits, tetapi ada pula yang hanya berisi segelintir hadits. Di tempat terpisah, ada pula bab yang hanya berisi ayat-ayat al-Quran tanpa disertai hadits, bahkan ada pula yang kosong tanpa isi hadits.
Imam al-Bukhari tidak menjelaskan kriteria kritik hadisnya, tetapi para ulama melakukan penelitian terhadap hadis-hadis yang ada di dalam kitab shahih dan menyimpulkan bahwa kriteria yang digunakannya sangat ketat.  Imam al-Bukhari menggunakan kriteria kesahihan hadis seperti ittishal sanad, ‘adalah, ḍabit, terhindar dari syāż dan ‘illāt. Tetapi, untuk ittishal sanad imam Bukhari menggunakan kriteria dapat dipastikan liqa’ dan mu’asharah. Di samping itu, rawi-rawi dari kalangan murid al-Zhuhri yang digunakan adalah rawi-rawi yang fāqih, artinya rawi-rawi yang memiliki ‘adalah dan dhabit dan lama menyertai Imam al-Zhuhri.
Metode dan sistematika penulisannya adalah :
1.        Mengulangi Hadis jika diperlukan dan memasukkan ayat-ayat Al-Quran;
2.        Memasukkan fatwa sahabat dan tabi’in sebagai penjelas terhadap Hadis yang ia                                              kemukakan;
3.        Menta’liqkan (menghilangkan sanad) pada Hadis yang diulang karena pada tempat lain sudah ada sanadnya yang bersambung;
4.        Menerapkan prinsip-prinsip al-jarḥ wa at-ta’dīl;
5.        Mempergunakan berbagai sigat tahammul;
6.        Disusun berdasar tertib fiqih.
Adapun teknik penulisan yang digunakan adalah:
1.        Memulainya dengan menerangkan wahyu, karena ia adalah dasar segala syari’at;
2.        Kitabnya tersusun dari berbagai tema;
3.        Setiap tema berisi topik-topik ;
4.        Pengulangan Hadis disesuaikan dengan topik yang dikehendaki tatkala mengistinbatkan hukum.

D.   Kitab-kitab Syarah Sahih Bukhari
            Sejumlah ulama telah menulis kitab-kitab syarah terhadap kitab-kitab Hadis standard, termasuk kitab syarah terhadap Sahih al-Bukhari.  Al-‘Azami menyebutkan bahwa ratusan kitab syarah telah ditulis, bahkan ada di antaranya yang mencapai lebih dari 25 jilid.
Diantara kitab syarah dari Sahih Bukhari  ini, maka yang terbaik menurut Al-‘Azami adalah:
1.    Kitāb Fatḥ  al-Bāriy    Syarh  Ṣahīh al-Bukhāri, oleh Ibnu Hajār al-Asqalānī (773-852 H).  Kitab ini terdiri dari 13 jilid ditambah satu jilid Muqaddimah-nya;
2.    Kitāb ‘Umdat al-Qāri, oleh Badr al-Dīn Mamūd Ibn Amād Ibn Mūsā al-Qahiri al-‘Aini al-anafi (762-885 H).
3.    Kitāb Irsyād al-Sair, oleh Qasallanī (w. 923 H).

E.  Penilaian Ulama terhadap Sahih Bukhari
Telah menjadi kesepakatan ulama dan umat Islam bahwa kitab Sahih al-Bukhari adalah kitab yang paling otentik dan menduduki tempat terhormat setelah Alquran. Diantara para ulama yang  mengemukakan demikian adalah Ibnu Ṣalāḥ, beliau mengemukakan, kitab yang paling otentik sesudah Al-Quran adalah Sahih Bukhari dan Sahih Muslim. Akan tetapi sebahagian kecil dari ulama, seperti Abū ‘Ali al-Naisaburi, Abū Muḥammād ibn Hazm al-Zahiri dan sebahagian ulama Maghribi mengunggulkan Sahih Muslim daripada Sahih Bukhari, yaitu alasan keunggulan Sahih Bukhari dari Sahih Muslim adalah pada keunggulan pribadi Imam Bukhari dari Imam Muslim, dan ketaatan Bukhari dalam memilih perawi dari pada muslim. Sementara alasan keunggulan Sahih Muslim daripada Sahih Bukhari lebih difokuskan kepada metode dan sistematika penyusunannya, dimana Sahih Muslim lebih baik dan lebih teratur sistematikanya dibandingkan Sahih Bukhari.
Meskipun dinilai paling otentik setelah Alqur’an dan menduduki tempat terhormat, kitab Sahih Bukhari tetaplah buah karya manusia yang tidak pernah luput dari kritik. Sahih Bukhari mendapat kritik, baik dari segi sanad maupun matannya, baik dikalangan ulama sendiri maupun orang non Muslim.
Daruqutni dan Abū ‘Ali al-Gassāni dari ulama masa lalu, menilai bahwa sebagian Hadis-hadis Bukhari adalah da’if  karena adanya sanad yang terputus dan dinilai dari segi ilmu Hadis sangat lunak. Daruquthni dalam kitabnya Al-Istidarakat mengkritik ada 200 buah Hadis dalam Sahih  Bukhari dan Sahih Muslim. Menurut Imam Nawawi kritikan itu barawal dari tuduhan bahwa dalam Hadis-hadis tersebut Bukhari tidak menepati dan memenuhi persyaratan yang ia tetapkan. Kritik Daruqutni berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sejumlah ahli Hadis yang justru dinilai dari segi ilmu Hadis sangat lunak, karena berlawanan dengan kriteria jumhur ulama. Sementara Daruqutni menyoroti sanad dalam arti rangkaian perawi Hadis, para ahli lain menyoroti pribadi perawinya. Dari kajian tentang sanad, Daruqutni mendapatkan adanya sanad yang terputus, karenanya Hadis itu dinilai da’if. Namun, Setelah diteliti ternyata Hadis yang dituduh Mursal itu terdapat diriwayat lain, sementara riwayat yang terdapat dalam Sahih  Bukhari tidak terputus. Pencantuman sanad yang mursal itu dimaksudkan sebagai pembuktian bahwa Hadis tersebut diriwayatkan pula oleh penulis Hadis lain dengan sanad yang lain juga. Periwayatan semacam ini dalam ilmu Hadis disebut Ḥadīṣ syahīd atau Ḥadīṣ muttabi’.
Sebagian ahli Hadis lain berpendapat ada beberapa perawi dalam Sahih ini tidak memenuhi syarat untuk diterima Hadisnya. Ibn Hajar membantah pendapat ini, tidak dapat diterima kecuali perawi-perawi itu terbukti jelas mempunyai sifat-sifat atau hal-hal yang yang menyebabkan Hadisnya ditolak. Setelah diteliti ternyata tidak ada satu perawi pun yang mempunyai sifat-sifat dan perbuatan seperti itu. Syeikh Aḥmād Syakir berkomentar, seluruh Hadis Bukhari adalah sahih. Kritik Daruqutni dan lainnya hanya karena beberapa Hadis yang ada tidak memenuhi persyaratan mereka. Namun, apabila Hadis-hadis itu dikembalikan kepada persyaratan ahli Hadis pada umumnya, semuanya sahih[11].
Selain pendapat tersebut di atas, kaum orientalis, seperti Ignaz Goldziher, A.J. Wensik dan Maurice Bucaille, turut juga mengajukan kritik, yang kemudian dikenal dengan kritik matan Hadis. Menurut mereka, para ahli Hadis terdahulu hanya mengkritik Hadis dari sanad atau perawi saja, sehingga banyak Hadis yang terdapat dalam sahih Bukhari yang kemudian hari ternyata tidak sahih ditinjau dari segi sosial, politik, sains dan lain-lain. Di antara Hadis yang dikritik itu adalah Hadis yang berasal dari al-Zuhri, bahwa Rasulullah saw. Bersabda, “ tidak diperintahkan pergi kecuali menuju tiga mesjid, yaitu Mesjid al-Haram, Mesjid Rasul, dan Mesjid al-Aqsa”. Hadis ini menurut Goldziher adalah Hadis palsu yang sengaja dibuat al-Zuhri untuk kepentingan politik semata. Sedangkan Hadis tentang “lalat masuk air minum”, “demam berasal dari neraka”, dan “perkembangan embrio” dikritik Maurice Bucaille karena isinya bertentangan dengan sains.
Ulama kontemporer, seperti Aḥmād Amin dan Muḥammād al-Ghazali, juga mengajukan kritik terhadap Hadis Bukhari. Aḥmād Amin mengatakan, meskipun Bukhari tinggi reputasinya dan cermat pemikirannya, tetapi dia masih menetapkan Hadis-hadis yang tidak sahih ditinjau dari segi perkembangan zaman dan penemuan ilmiah, karena penelitiannya terbatas pada kritik sanad saja. Di antara Hadis yang dikritiknya adalah tentang “ seratus tahun lagi tidak ada orang yang masih hidup di atas bumi”. Dan “ Barang siapa makan tujuh kurma ajwah setiap hari, ia akan selamat dari racun maupun sihir pada hari itu sampai malam”.
Muḥammad al-Ghazali menyatakan apabila suatu Hadis bertentangan dengan sains, Hadis itu harus ditolak meskipun ia terdapat dalam sahih Bukhari, sebab menurutnya, Imam Bukhari itu bukan seorang yang ma’sum. Seperti Hadis tentang “Seandainya tidak ada Bani Israil, makanan dan daging tidak akan busuk” adalah Hadis da’if karena tidak sesuai dengan sains.
Kritik-kritik dari kaum orientalis dan ulama kontemporer tersebut telah mendorong lahirnya para pembela Imam Bukhari untuk menyanggah kritik-kritikan tersebut seperti Muḥammad Mustafa ‘Azami dan Mustafa al-Siba’i dengan sanggahan itu membuat semakin menambah kualitas Sahih al-Bukhari dan mendorong munculnya ulama  Hadis sesudah al-Bukhari untuk membuat syarah maupun ikhtisar kitab Sahih ini, dan membuat jawaban yang lebih luas dan mendalam terhadap kritik-kritik ini[12].
F.   Kelebihan Dan Kekurangan Kitab Shahih Bukhari
Kitab Shahih Bukhori adalah kitab hadis yang paling shahih,pendapat ini disetujui oleh mayoritas ulama’hadis.Meskipun termasuk kitab hadis yang paling shahih, kitab ini tidak luput dari kekurangan.Tapi kelemahan ini bisa ditutupi oleh kelebihannya.Dibawah ini akan dikemukakan kelebihan dsan kekurangan dari kitab shahih bukhari.
1.    Kelebihan Shahih Bukhari
Banyak Sekali kelebihan dari kitab Shahih Bukhari,diantaranya:
a.       Terdapat pengambila hukum fiqih
b.      Perawinya lebih terpecaya
c.       Memuat beberapa hikmah
d.      Banyak memberikan faedah,manfaat dan pengetahuan
e.       Hadis-hadis dalam Shahih Bukhori terjamin keshahihannya karena Imam Bukhari mensyaratkan perowi haruslah sejaman dan mendengar langsung dari rawi yang diambil hadis darinya.
Difahamkan dalam perkataannya Al-Musnad bahwa Al-Bukhari tidak memasukkan kedalam kitabnya selain dari pada hadis-hadis yang bersambung-sambung sanadnya melalui para sahabat sampai kepada Rasul, baik perkataan, perbuatan, ataupun taqrir. Al-Bukhari tidak saja mengharuskan perawi semasa dengan Marwi ‘Anhu (orang yang diriwayatkan hadis dari padanya) bahkan Al-Bukhari mengharuskan ad perjumpaan antara kedua mereka walaupun sekali. Karena inilah para ulama mengatakan bahwa Al-Bukhari mempunyai dua syarat: Syarat mu’asarah: semasa dan syarat liqa’ : ada perjumpaan.
Maka dengan berkumpul syarat-syarat ini, para imam hadis menilai shahih Al-Bukhari dengan kitab yang paling shahih dalam bidang hadis. Bahkan dia dipandang kitab yang paling shahih sesudah Al-Quran dan dipandang bahwa segala haids yang muttassil lagi marfu’, yang terdapat dalam Shahih Al-Bukhari, shahih adanya.[13]
2.    Kelemahan Shahih Bukhari
Kitab Shahih Bukhari memuat hadis Aisyah mengenai kasus tersihirnya Nabi yang dilakukan oleh Labib bin A’syam. Menerima hadis tentang tersihirnya Nabi jelas membahayakan prinsip kemaksuman Nabi. Selain itu, dengan menerima hadis tersebut berarti kita ikut membenarkan tuduhan orang-orang kafir bahwa beliau adalah seorang Nabi yang terkena pengaruh sihir, padahal tuduhan tersebut telah disanggah oleh Allah swt.
Adapun kekurangan yang lain dari kitab shahih bukhari yaitu bahwa kitab Shahih Bukhori tidak memuat semua hadis shahih sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Bukhori.[14]

 
BAB III
PENUTUP
Imam Bukhori adalah Imam Muhaddisin yang sangat berjasa Dalam pengumpulan hadist. Nama lengkap beliau adalah Abu Abdullah bin Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al- Mughiroh bin Bardizbah al-Ju'fi . Beliau di lahirkan pada hari jumat ,13 syswal 194 H di Bukhoro . Beliau wafat pada tanggal 30 Ramadhan 256 H di usiannya ke 62 tahun.
Sejarah dan latar belakang penulisan kitab Shahih Bukhari ada tiga yaitu: Pertama: Belum adanya kitab hadis yang khusus memuat hadis-hadis sahih yang mencakup berbagai bidang dan masalah. Kedua: Dorongan sang guru dan yang Ketiga: Dorongan Hati.
Kitab hadits karya Imam Bukhari disusun dengan pembagian beberapa judul. Judul-judul tersebut dikenal dengan istilah “Kitāb”. Jumlah judul (kitab) yang terdapat di dalamnya adalah 97 kitab. Setiap kitab dibagi menjadi beberapa subjudul yang dikenal dengan istilah “bab”. Jumlah total babnya adalah 4550 bab, yang dimulai dengan kitab bad’u al-waḥy, dan disusul dengan kitāb al-Imān, kitāb al-‘Ilm, kitāb al-Wadu’, dan sterunya.
Telah menjadi kesepakatan ulama dan umat Islam bahwa kitab Sahih al-Bukhari adalah kitab yang paling otentik dan menduduki tempat terhormat setelah Alquran. Diantara para ulama yang  mengemukakan demikian adalah Ibnu Ṣalāḥ, beliau mengemukakan, kitab yang paling otentik sesudah Al-Quran adalah Sahih Bukhari dan Sahih Muslim.



Daftar Pustaka
Soetari, Edang Ilmu Hadits Kajian Riwayat & Dirayah (Bandung: CV. Mimbar Pustaka, 2008)
Solahuddin, M & Suyadi, Agus Ulumul Hadits (Bandung: Pustaka Setia, 2009)
Yuslem, Nawir Kitab Induk Hadis (Jakarta: Hijir Pustaka Utama, 2006)
Majid Khon, Abdul Ulumul Hadits (Jakarta: Amzah, 2010)
Azami, Studiesin Hadith Methodology and leterature, terj. Meth Kieraha, (Jakarta: Lentera, 2003)

Abu Syuhbah, Muhammad Fi  Rihab al Sunnah al-Kitab al-Sahih al-Sittah (Kairo: al-Buhus al-Islamiyah, T. Th.)

Dzulmani, Mengenal Kitab-Kitab Hadits (Yogyakarta: Insan Madani, 2008)
Adib Salih, Muhammad Lamhat fi Usul al-Hadis (Beirut: al-Maktab al-Islami, 1399 H)
Ash-Shiddieqy. Hasbi Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadis Jilid I,



[1] Endang Soetari, Ilmu Hadits Kajian Riwayat & Dirayah (Bandung: CV. Mimbar Pustaka, 2008), h. 280.
[2] M. Solahuddin & Agus Suyadi, Ulumul Hadits (Bandung: Pustaka Setia, 2009), h. 231.
[3] Nawir Yuslem, Kitab Induk Hadis (Jakarta: Hijir Pustaka Utama, 2006), h. 51.
[4] Solahuddin & Agus Suyadi, loc. cit., h. 231.
[5] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits (Jakarta: Amzah, 2010), h. 259.
[6] Azami, Studiesin Hadith Methodology and leterature, terj. Meth Kieraha, (Jakarta: Lentera, 2003), h 155
[7] Muhammad Muhammad Abu Syuhbah, Fi  Rihab al Sunnah al-Kitab al-Sahih al-Sittah (Kairo: al-Buhus al-Islamiyah, T. Th.), h. 57.
[8] Dzulmani, Mengenal Kitab-Kitab Hadits (Yogyakarta: Insan Madani, 2008), h. 47.
[9] Ibid., h. 50.
[10] Ibid
[11] Muhammad Adib Salih, Lamhat fi Usul al-Hadis (Beirut: al-Maktab al-Islami, 1399 H), h. 123
[12]  Nawir Yuslem, Kitab Induk Hadis, h. 56-58.
[13] Hasbi Ash-Shiddieqy. Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadis Jilid I, hlm. 154-155
[14] http://pandidikan.blogspot.com/2010/05/riwayat-imam-bukhori.html