BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Al-Qur’an
sebagai kalamullah adalah sumber hukum tertinggi umat Islam. Meskipun demikian
tanpa pelengkap kalamullah tersebut belum mampu untuk dipahami, dicerna ataupun
diamalkan. Dengan kata lain Al-Qur’an belumlah sempurna tanpa bantuan Al-Hadits
sebagai salah satu pelengkapnya.
Jika
melihat pada literatur sejarah, kodifikasi Hadis mengalami rentetan peristiwa
yang cukup panjang. Saat menyadari kemustahilan untuk melestarikan Hadis dengan
hafalan, beberapa ulama Hadis mulai menuliskan apa yang dia hafal. Setelah
penulisan dan pembukuan Hadis diizinkan secara resmi pada masa kekhalifahan
Umar bin Abdul Aziz, ulama-ulama tersebut mengumpulkan apa yang dia tulis dan
membukukannya. Di antaranya nama-nama yang tidak asing di telinga kita seperti
Imam Malik dengan "Muwattha'"-nya,
Imam Muslim, dan berikut sosok ulama Hadis yang akan kita bahas dalam makalah
kali ini, Imam Bukhari dengan
kitab Shahih al-Bukharinya.
Sebagai
pengenalan, dalam makalah ini penulis sedikit mengulas secara singkat tentang
biografi beliau, sejarah kitab miliknya beserta metodologi yang beliau pakai
dalam pembukuan Hadis. Ini semua adalah hal-hal yang cukup penting untuk
diketahui sebelum kita tenggelam lebih dalam saat membaca kitab Shahih Bukhari ini.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan beberapa masalah
yang menjadi acuan pembahasan dalam makalah ini , yaitu:
1.
Bagaimanakah
biografi Imam Bukhari ?
2.
Bagaimanakah
sejarah dan latar belakang penulisan kitab Shahih Bukhari ?
3.
Bagaimana
metodologi penulisan kitab hadits shahih Bukhari ?
4.
Kitab-kitab apakah yang mensyarah Sahih
Bukhari ?
5.
Bagaimana Penilaian Ulama Terhahadap Kitab
Shahih Bukhari ?
6.
Apa
kelebihan dan kekurangan kitab Shahih Bukhari ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Imam Bukhari
Imam Bukhari adalah seorang tokoh yang
terkenal dengan kehebatanya dalam bidang hadits, sehinga apabila sebua hadits
sebagai “riwayat Imām Bukhārī”, seolah mengindikasikan bahwa hadits itu
tidak perlu ditinjau lagi keshahihannya.
Nama lengkap Imam Bukhari adalah Abū ‘ Abdullāh Muḥammād bin’ Ismāil bin
Ibrahīm bin al-Mugīrah bin Bardizbah al-Ju’fi
al-Bukhārī. Beliau lebih dikenal dengan nama al-Bukhari, hal ini
disandarkan pada tempat kelahirannya yakni Bukhārā. Ia dilahirkan pada
hari jumat, 13 Syawwāl 194 H (21 Juli 810 M) di Bukhara. Ia mengembuskan
nafas terakhirnya pada tanggal 30 Ramaḍān 256 H (31 Agustus 870 M) diusianya
yang ke 62 tahun.[1]
Bukhari memiliki daya hapal tinggih
sebagaimana yang diakui kakanya, Rāsyīd bin ‘Ismaīl. Sosok Bukhari kurus,
tidak tinggih, tidak pendek, kulit agak kecoklatan, ramah, dermawan, dan banyak
menyumbangkan hartanya untuk pendidikan.[2]
Bukhari dididik dalam keluarga ulama yang taat
beragama. Dalam kitab ats-Tsiqāt, Ibnu Ḥibbān menulis bahwa ayahnya
dikenal sebagai orang yang wara' dalam arti berhati-hati terhadap hal-hal
yang bersifat syubhat (ragu-ragu) hukumnya terlebih lebih terhadap hal
yang haram. Ayahnya adalah seorang ulama bermadzhab Maliki dan merupakan murid
dari Imām Mālik, seorang ulama besar dan ahli fikih. Ayahnya wafat
ketika Bukhari masih kecil.
Disaat usianya belum mencapai sepuluh tahun,
Imam Bukhari telah mulai belajar hadits dan sudah melakukan pengembaraan ke Balkha,
Naisabur, Rayy, Baghdad, Bashrah, Kufah, Makkah, Mesir, dan Syam.
Jadi, tidaklah mengherankan apabila pada usianya yang belum genap 16 tahun ia
tela berhasil menghafal matan sekalius perawi hadits dari beberapa kitab
karangan Ibnu Mubarak dan Waqi’[3].
Tidak semua hadits yang beliau hafalkan
kemudian diriwayatkan, melainkan terlebih dahulu diseleksi dengan seleksi yang
sangat ketat, diantaranya apakah sanad (riwayat) dari hadits tersebut bersambung
dan apakah rawi (periwayat/pembawa) hadits itu terpercaya dan tsiqah (kuat).
Menurut Ibnū Hajār al-Asqalānī, Bukhari menulis sebanyak 9.082 hadits
dalam karya monumentalnya, al-Jami’ as-Ṣaḥiḥ yang dikenal dengan sebagai
shahih bukhari.
Dalam meneliti dan menyeleksi hadits dan
diskusi dengan para rawi, Imam Bukhari sangat sopan. Kritik-kritik yang
dilontarkan kepada rawi juga cukup halus, namun tajam. Kepada rawi yang sudah
jelas kebohongannya, ia berkata, “perlu dipertimbankan”, para ulama
meninggalkannya atau para ulama berdiam diri hal itu.” Sementara kepada rawi
yang haditnya tidak jelas, ia menyataka, “Haditsnya diingkari.” Bahkan,
banyak meninggalkan rawi yang diragukan kejujurannya. Dia berkata, “saya
meninggalkan 10.000 hadits yang diriwayatkan oleh yang perlu dipertimbangkan
dan meninggalkan hadit-hadits dengan jumlah yang sama atau lebih, yang diriwayatkan
rawi, yang dalam pandangan saya perlu dipertbangkan”.
Banyak ulama atau rawi yang ditemui sehinggah
Imam Bukhari banyak mencatat jati diri dan sikap mereka secara teliti dan
akurat. Untuk mendapatkan keterangan yang lengkap mengenai sebua hadits,
mengecek keakuratan sebuah hadits, ia berkali-berkali mendatangi ulama atau
rawi meskipun berada di kota atau negeri yang jauh.
Suatu ketika penduduk Samarkand
mengirim surat kepada Imam Bukhari. Isinya, meminta dirinya agar menetap di
negeri itu (Samarkand). Ia pun pergi memenuhi permohonan mereka. Ketika
perjalanannya sampai di Khartand, sebuah desa kecil terletak dua farsakh
(sekitar 10 Km) sebelum Samarkand, ia singgah terlebih dahulu untuk
mengunjungi beberapa familinya. Namun disana beliau jatuh sakit selama beberapa
hari. Dan Akhirnya meninggal pada tanggal 31 Agustus 870 M (256 H) pada malam
Idul Fitri dalam usia 62 tahun kurang 13 hari. Beliau dimakamkan selepas Shalat
Ẓuhur pada Hari Raya Idul Fitri. Sebelum meninggal dunia, ia berpesan bahwa
jika meninggal nanti jenazahnya agar dikafani tiga helai kain, tanpa baju dalam
dan tidak memakai sorban. Pesan itu dilaksanakan dengan baik oleh masyarakat
setempat. Beliau meninggal tanpa meninggalkan seorang anakpun.
1. Guru-guru beliau
Perjalanan panjangnya kebeberapa daerah tersebut
memungkinkannya untuk menemui beberapa ulama yang kemudian dijadikan guru dalam berbagai
disiplin ilmu, utamanya dalam bidang hadts.
Diantara beberapa ulama yang kemudian menjadi gurunya ialah:
a.
Abū 'Aṣim An-Nabīl
b.
Makkī bin Ibrahīm
c.
Muḥammād bin 'Īsā bin Aṭ-Ṭabba'
d.
‘Ubaidullāh bin Mūsā
e.
Muḥammād bin Salām Al-Baikandi
f.
Aḥmād bin Ḥambāl
g.
Isḥāq bin Manṣūr
h.
Khallād bin Yaḥyā bin Ṣafwan
i.
Ayyūb bin Sulaimān bin Bilāl
Dan masih banyak lagi
2. Murid-murid beliau
Beliau memiliki murid yang banyak dari setiap penjuru, namun yang
dianggap paling populer adalah :
a. Al-Imām Abū al-Ḥusain Muslīm bin al-Hajjāj an-Naisaburi (204-261), penulis kitab Ṣaḥīh Muslīm yang terkenal
b. Al-Imām Abū 'Īsā At-Tirmīżi (210-279) penulis buku sunan At-Tirmīżi yang terkenal
c. Al-Imām Ṣalīh bin Muḥammād (205-293)
d. Al-Imām Abū Bakār bin Muḥammād bin Isḥāq bin Khuẓaimah (223-311), penulis buku Ṣaḥīh Ibnū Khuẓaimah.
e. Al-Imām Abū Al-Faḍl Aḥmād bin Salamāh An-Naisaburi (286), teman dekat Imām Muslīm, dan
dia juga memiliki buku shahih seperti buku Imām Muslīm.
f. Al-Imām Muḥammād bin Naṣr Al-Marwāzi (202-294)
g. Al-Ḥāfiẓ Abū Bakār bin Abī Dāwud Sulaimān bin Al-Asy'ats (230-316)
h. Al-Ḥāfizh Abū Al-Qāsim ‘Abdullāh bin Muḥammād bin ‘Abdul 'Aziz Al- Bagāwi (214-317)
i.
Al-Ḥāfiẓ Abū Al-Qāḍi Abū ‘Abdillāh Al-Ḥusain
bin ‘Isma'il Al-Maḥāmili (235-330)
j.
Al-Imām Abū Isḥāq Ibrahīm bin Ma'qīl al-Nasafi (290)
k. Al-Imām Abū Muḥammād Ḥammād bin Syakir al-Naswī (311)
3. Karya-karya beliau
a. Al-Jāmi' al-Ṣaḥīh (Ṣaḥīh Bukhāri)
b. Al-Adāb al-Mufrād.
c. At-Tarīkh al-Ṣagīr.
d. At-Tarīkh al-Awsaṭ.
e. At-Tarīkh al-Kabīr.
f.
At-Tafsīr al-Kabīr.
g. Al-Musnād al-Kabīr.
h. Kitāb al-'Ilāl.
i.
Raf'ūl Yadain fī al-Ṣalāḥ.
j.
Birru al-Wālidain.
k. Kitāb al-Asyribah.
l.
Al-Qirā`ah Khalfa al-Imām.
m. Kitāb al-Ḍu'āfa.
n. Usami al-Ṣaḥābah.
o. Kitāb al-Kuna.
p. Al-Ḥbbah
q. Al-Wiḥdān
r. Al-Fawa`id
s. Qaḍāya al-Ṣaḥābah wa al-Tabī'in
t.
Masyīkhah[6]
B. Sejarah dan latar belakang penulisan
kitab Shahih Bukhari
Imam al-Bukhari memberi nama kitabnya Al-Jāmi’ al-Musnad al-Shahih al-Mukhtṣar min
umūri rasūlillāhi ṣallallāhu alahi wa sallām. Pemberian nama al-Jāmi’ menunjukan bahwa kitab sahih
ini tidak hanya menghimpun hadis-hadis dalam satu bidang keagamaan, tetapi
banyak bidang keagamaan. Di samping itu penggunaan kata al-musnād al-ṣahīh
mengindikasikan bahwa hadis-hadis di dalam kitab shahih ini adalah hadis-hadis
yang memiliki sandaran yang kuat.
Meski sudah termasuk luar biasa dalam bidang hadits dan ilmu
hadits, tampaknya Imam Bukhari
tidak begitu saja membukukan hadits-hadits nabawi. Ada beberapa faktor yang
mendorong untuk menulis kitab itu, yang menunjuknya bahwa penulisnya tidak mau
berangkat dari kemauannya sendiri. Karenanya wajar apabila keikhlasan beliau
menjadikan kitabnya sebagai rujukan yang paling otientik sesudah al-Qur'an.
Sementara faktor-faktor itu ialah:
1. Belum adanya kitab hadis yang khusus memuat hadis-hadis sahih yang mencakup
berbagai bidang dan masalah.
Pada akhir masa tabiin di saat ulama sudah menyebar ke berbagai penjuru
negeri, hadis-hadis Nabi sudah mulai di bukukan, orang pertama yang melakukan
ini adalah al-Rabi’ bin Ṣabīh (w. 160 H), Saīd bin Abū Arubah (w.
156 H), yang mana metode penulisan mereka terbatas pada hal-hal tertentu saja,
sampai pada akhirnya ulama berikutnya menulis hadis lebih lengkap, mereka
menulis hadis-hadis hukum yang cukup luas meskipun tulisan-tulisan mereka masih
bercampur dengan fatwa-fatwa sahabat, tabiin, dan tabi’ut al-tabiin, seperti: Imām
Mālik, Ibnū Juraiz dan al-Auzai.
Kemudian pada abad ke dua ulama mulai menulis hadis secara tersendiri tanpa
dicampuri fatwa-fatwa sahabat maupun tabiin, metode penulisannya berbentuk
musnad dimana disebutkan terlebih dahulu nama sahabat kemudian hadis-hadis yang
diriwayatkan. Ada pula yang menggabungkan antara metode bab-bab dan metode
musnad seperti yang dilakukan Abū Bakār Syaibah. Namun demikian,
kitab-kitab tersebut masih bercampur antara yang sahih, hasan dan daif.
Inilah yang kemudian menjadi salah satu alasan Bukhari atas inisiatifnya
dalam mengumpulkan hadis-hadis yang sahih saja yang tercover dalam al-Jāmi’
al-Ṣahīh.
2. Dorongan sang guru
Terdorong atas saran salah seorang guru beliau yakni Isḥāq bin Rahawaih,
Imam al-Bukhari mengatakan” ketika aku berada di kediaman Ishaq, beliau
menyarankan agar aku menulis kitab yang singkat yang hanya memuat hadis-hadis
sahih Rasulullah saw. Imam al-bukhari menjelaskan hubungan antara permintaan
gurunya dan penyusunan kitab Sahihnya:
فوقع في قلبي في جمع الجامع الصحيح
“Maka terbesit dalam hatiku, maka
mulai saya mengumpulkan al-Jami’ al-Shahih”[7]
3.
Dorongan hati
Diriwayatkan Muḥammād bin Sulaimān bin Faris, Bukhari berkata” aku bermimpi bertemu Rasulullah saw.
aku berdiri di hadapannya sambil mengipasinya kemudian aku datang pada ahli
ta’bir mimpi untuk menanyakan maksud dari mimpi itu”, ahli ta’bir itu
mengatakan bahwa “anda akan membersihkan kebohongan-kebohongan yang dilontarkan
pada Rasulullah saw.[8]
Dan untuk ini, imam al-Bukhari mencari karya-karya pada masanya dan
sebelumnya guna memilah dan memilih hadis yanng sahih penyandarannya kepada
Rasulullah saw.
C.
Metodologi
Dan Sistematika Penulisan
Kitab Shahih Bukhari
Imam Bukhari adalah ahli hadits yang
termasyhur diantara para ahli hadits sejak dulu hingga kini bersama dengan
Imām Aḥmād, Imām Muslīm, Abū Dāwud, Tirmīżi, An-Nasai, dan Ibnu Mājah.
Bahkan dalam kitab-kitab fiqih dan hadits, hadits-hadits beliau memiliki
derajat yang tinggi. Sebagian menyebutnya dengan julukan Amirul Mukminin fil
Hadits (Pemimpin kaum mukmin dalam hal Ilmu Hadits). Dalam bidang ini,
hampir semua ulama di dunia merujuk kepadanya.
Dengan usaha kerasnya dalam mengumpulkan dan meneliti
hadits guna memastikan keshahihannya, akhirnya tersusunlah sebua kitab hadits
sebagaimana yang dikenal pada saat ini. Usaha kerasnya ini tergambar dalam
sebua pernyataan Imam Bukhari sendiri, “Aku menyesun kitab Al-Jami’
al-Musnad as-Shahih ini selama 16 tahun. Ia merupakan hasil seleksi dari
600.000 buah hadits.[9]
Untuk memastikan keshahihan sebua hadits dalam
menyusun kitab ini, Imam bukhari tidak hanya berusah secara fisik, tetapi juga
melibatkan nonfisik. Salah seorang muridnya yang bernama al-Firbari menyatakan
bahwa ia pernah mendengar Imam Bukhari berkata, “Aku menyusun al-Jami’
al-Musnad as-Shahih ini di Masjidil Haram. Aku tidak memasukkan sebua hadits
pun kedalam kitab itu sebelum aku shalat istikhara dua rakaat. Setelah itu, aku
baru betul-betul merasa yakin bahwa hadits tersebut adalah hadits shahih.”[10]
Kitab hadits karya Imam Bukhari disusun dengan
pembagian beberapa judul. Judul-judul tersebut dikenal dengan istilah “Kitāb”.
Jumlah judul (kitab) yang terdapat di dalamnya adalah 97 kitab. Setiap kitab
dibagi menjadi beberapa subjudul yang dikenal dengan istilah “bab”. Jumlah
total babnya adalah 4550 bab, yang dimulai dengan kitab bad’u al-waḥy,
dan disusul dengan kitāb al-Imān, kitāb al-‘Ilm, kitāb al-Wadu’, dan
sterunya.
Ibnu Ṣalāḥ dalam mukaddimahnya menyebutkan bahwa jumlah hadits
dalam Shahih al-Bukhari sebanyak dalam muqaddimah-nya menyebutkan bahwa
jumlah hadits dalam Shahih al-Bukhari sebanyak 7.275 buah hadits, termasuk
hadits-hadits yang disebutkan secarah berulang, atau sebanyak 4.000 hadits
tanpa pengulangan. Perhitungan ini diikuti oleh Muḥyiddīn an-Nawawi
dalam kitabnya at-Taqrīb.
Selain pendapat diatas, Ibnu Hajar dalam
muqaddimah-nya Fatḥul Bārī, syaraḥ Ṣaḥīh al-Bukhāri,
menjelaskan bahwa jumlah hadists Shahih dalam Shahih al-Bukhari yang sanadnya
bersambung (mauṣūl) adalah 2.602 hadits tanpa pengulangan. Adapun jumlah
hadits yang sanadnya tidak diwasalkan (tidak disebutkan secarah bersambung)
adalah 159 hadits. Semua hadits dalam Shahih al-Bukhari, termasuk hadits yang
disebut secara berulang, adalah sebanyak 7.397 hadits. Jumlah ini diluar hadits
yang mauquf kepada sahabat dan (perkataan) yang diriwayatkan dan tabiin dan
ulama-ulama sesudahnya.
Berikut ini kami sajikan kitab-kitab
(judul-judul) yang terkandung dalam Ṣhaḥiḥ al-Bukhārī.
1.
Kitab tentang permulaan turunnya wahyu
2.
Kiyab tentang iman
3.
Kitab tentang ilmu
4.
Kitab tentang wudhu
5.
Kitab tentang mandi
6.
Kitab tentang haid
7.
Kitab tentang tayammum
8.
Kitab tentang shalat
9.
Kitab tentang waktu-waktu shalat
10.
Kitab tentang azan
11.
Kitab tentang shalat jumat
12.
Kitab tentang jenazah
13.
Kitab tentang zakat
14.
Kitab tentang haji
15.
Kitab tentang puasa
16.
Kitab tentang shalat tarwih
17.
Kitab tentang i’tikaf
18.
Kitab tentang jual beli
19.
Kitab tentang akad pesanan (salam)
20.
Kitab Syuf’ah (hak membeli terlebih dahulu)
21.
Kitab tentang sewa-menyewa
22.
Kitab tentang pengalihan utang
23.
Kitab tentang perwakilan
24.
Kiab tentang perkongsian dalam pertanian
25.
Kitab tentang perkongsian dalam penyiraman
tanaman (al-Musāqah)
26.
Kitab tentang utang-piutang
27.
Kitab tentang perselisishan
28.
Kitab tentang barang temuan
29.
Kitab tentang kezaliman dan gasab
30.
Kitab tentang kongsi
31.
Kitab tentang gadai
32.
Kitab tentang memerdekakan budak
33.
Kitab tentang hibah
34.
Kitab tentang persaksian
35.
Kitab tentang perdamaian
36.
Kitab tentang syarat-syarat
37.
Kitab tentang wasiat
38.
Kitab tentang jihad
39.
Kitab tentang mendapat bagian seperlima
40.
Kitab tentang jizyah (pajak)
41.
Kitab tentang permulaan pencipaan mahkluk
42.
Kitab tentang para nabi
43.
Kitab tentang manakib (biografi)
44.
Kitab tentang peperangan
45.
Kitab tentang tafsir al-Quran
46.
Kitab tentang keutamaan al-Quran
47.
Kitab tentang pernikahan
48.
Kitab tentang perceraian
49.
Kitab tentang nafkah
50.
Kitab tentang makanan
51.
Kitab tentang akikah
52.
Kitab tentang sembelihan dan perburuan hewan
53.
Kitab tentang kurban
54.
Kita tentang minuman
55.
Kitab tentang orang sakit
56.
Kitab tentang pengobatan
57.
Kitab tentang busana
58.
Kitab tentang adab
59.
Kitab tentang meminta izin
60.
Kitab tentang doa-doa
61.
Kitab ar-Riqāq (pelbagai hal yang melembutkan
hati)
62.
Kitab tentang takdir
63.
Kitab tentang sumpah dan nazar
64.
Kitab tentang tebusan sumpah
65.
Kitab tentang waris
66.
Kitab tentang hudud
67.
Kitab tentan denda
68.
Kitab tentang taubat orang-orang yang murtad dan
membangkan
69.
Kitab tentang pemaksaan
70.
Kitab tentang ḥilah (rekayasa hukum)
71.
Kitab tentang mimpi
72.
Kitab tentang fitnah
73.
Kitab tentang hukum-hukum
74.
Kitab tentang at-Tamannī (harapan)
75.
Kitab tentang khabar dari satu perawi
76.
Kitab tentang berpegang teguh pada al-Quran
dan sunnah
77.
Kitab tentang tauhid
Perlu diketahui bahwa dalam kitab Shahih
al-Bukhari ada sejulah hadits yang tidak dimuat dalam bab. Ada juga sejumlah
bab yang berisi banyak hadits, tetapi ada pula yang hanya berisi segelintir
hadits. Di tempat terpisah, ada pula bab yang hanya berisi ayat-ayat al-Quran
tanpa disertai hadits, bahkan ada pula yang kosong tanpa isi hadits.
Imam al-Bukhari tidak menjelaskan kriteria
kritik hadisnya, tetapi para ulama melakukan penelitian terhadap hadis-hadis
yang ada di dalam kitab shahih dan menyimpulkan bahwa kriteria yang
digunakannya sangat ketat. Imam
al-Bukhari menggunakan kriteria kesahihan hadis seperti ittishal sanad,
‘adalah, ḍabit, terhindar dari syāż dan ‘illāt. Tetapi,
untuk ittishal sanad imam Bukhari menggunakan kriteria dapat dipastikan liqa’
dan mu’asharah. Di samping itu, rawi-rawi dari kalangan murid al-Zhuhri
yang digunakan adalah rawi-rawi yang fāqih, artinya rawi-rawi yang
memiliki ‘adalah dan dhabit dan lama menyertai Imam al-Zhuhri.
Metode dan sistematika penulisannya adalah :
1.
Mengulangi Hadis jika diperlukan dan
memasukkan ayat-ayat Al-Quran;
2.
Memasukkan fatwa sahabat dan tabi’in sebagai
penjelas terhadap Hadis yang ia kemukakan;
3.
Menta’liqkan (menghilangkan sanad) pada Hadis
yang diulang karena pada tempat lain sudah ada sanadnya yang bersambung;
4.
Menerapkan prinsip-prinsip al-jarḥ wa
at-ta’dīl;
5.
Mempergunakan berbagai sigat tahammul;
6.
Disusun berdasar tertib fiqih.
Adapun teknik penulisan yang digunakan adalah:
1.
Memulainya dengan menerangkan wahyu, karena ia
adalah dasar segala syari’at;
2.
Kitabnya tersusun dari berbagai tema;
3.
Setiap tema berisi topik-topik ;
4.
Pengulangan Hadis disesuaikan dengan topik
yang dikehendaki tatkala mengistinbatkan hukum.
D. Kitab-kitab Syarah Sahih Bukhari
Sejumlah
ulama telah menulis kitab-kitab syarah terhadap kitab-kitab Hadis standard,
termasuk kitab syarah terhadap Sahih al-Bukhari. Al-‘Azami menyebutkan bahwa ratusan
kitab syarah telah ditulis, bahkan ada di antaranya yang mencapai lebih dari 25
jilid.
Diantara kitab syarah dari Sahih Bukhari ini, maka yang terbaik menurut Al-‘Azami
adalah:
1.
Kitāb Fatḥ
al-Bāriy fī Syarh Ṣahīh al-Bukhāri, oleh Ibnu Hajār al-Asqalānī (773-852 H).
Kitab ini terdiri dari 13 jilid ditambah satu jilid Muqaddimah-nya;
2.
Kitāb ‘Umdat al-Qāri, oleh Badr al-Dīn Maḥmūd Ibn Aḥmād Ibn Mūsā al-Qahiri al-‘Aini al-Ḥanafi (762-885 H).
3.
Kitāb Irsyād al-Sair, oleh Qasṭallanī (w. 923 H).
E. Penilaian Ulama terhadap Sahih Bukhari
Telah menjadi kesepakatan ulama dan umat Islam
bahwa kitab Sahih al-Bukhari adalah kitab yang paling otentik dan menduduki
tempat terhormat setelah Alquran. Diantara para ulama yang mengemukakan demikian adalah Ibnu Ṣalāḥ,
beliau mengemukakan, kitab yang paling otentik sesudah Al-Quran adalah Sahih
Bukhari dan Sahih Muslim. Akan tetapi sebahagian kecil dari ulama, seperti Abū
‘Ali al-Naisaburi, Abū Muḥammād ibn Hazm al-Zahiri dan sebahagian ulama Maghribi
mengunggulkan Sahih Muslim daripada Sahih Bukhari, yaitu alasan keunggulan
Sahih Bukhari dari Sahih Muslim adalah pada keunggulan pribadi Imam Bukhari
dari Imam Muslim, dan ketaatan Bukhari dalam memilih perawi dari pada muslim.
Sementara alasan keunggulan Sahih Muslim daripada Sahih Bukhari lebih difokuskan
kepada metode dan sistematika penyusunannya, dimana Sahih Muslim lebih baik dan
lebih teratur sistematikanya dibandingkan Sahih Bukhari.
Meskipun dinilai paling otentik setelah
Alqur’an dan menduduki tempat terhormat, kitab Sahih Bukhari tetaplah buah karya
manusia yang tidak pernah luput dari kritik. Sahih Bukhari mendapat kritik,
baik dari segi sanad maupun matannya, baik dikalangan ulama sendiri maupun
orang non Muslim.
Daruqutni dan Abū ‘Ali al-Gassāni dari ulama
masa lalu, menilai bahwa sebagian Hadis-hadis Bukhari adalah da’if karena adanya sanad yang terputus dan dinilai
dari segi ilmu Hadis sangat lunak. Daruquthni dalam kitabnya Al-Istidarakat
mengkritik ada 200 buah Hadis dalam Sahih
Bukhari dan Sahih Muslim. Menurut Imam Nawawi kritikan itu barawal dari
tuduhan bahwa dalam Hadis-hadis tersebut Bukhari tidak menepati dan memenuhi
persyaratan yang ia tetapkan. Kritik Daruqutni berdasarkan kriteria yang
telah ditetapkan sejumlah ahli Hadis yang justru dinilai dari segi ilmu Hadis
sangat lunak, karena berlawanan dengan kriteria jumhur ulama. Sementara Daruqutni
menyoroti sanad dalam arti rangkaian perawi Hadis, para ahli lain menyoroti
pribadi perawinya. Dari kajian tentang sanad, Daruqutni mendapatkan
adanya sanad yang terputus, karenanya Hadis itu dinilai da’if. Namun, Setelah
diteliti ternyata Hadis yang dituduh Mursal itu terdapat diriwayat lain,
sementara riwayat yang terdapat dalam Sahih
Bukhari tidak terputus. Pencantuman sanad yang mursal itu dimaksudkan
sebagai pembuktian bahwa Hadis tersebut diriwayatkan pula oleh penulis Hadis
lain dengan sanad yang lain juga. Periwayatan semacam ini dalam ilmu Hadis
disebut Ḥadīṣ syahīd atau Ḥadīṣ muttabi’.
Sebagian ahli Hadis lain berpendapat ada
beberapa perawi dalam Sahih ini tidak memenuhi syarat untuk diterima Hadisnya. Ibn
Hajar membantah pendapat ini, tidak dapat diterima kecuali perawi-perawi
itu terbukti jelas mempunyai sifat-sifat atau hal-hal yang yang menyebabkan
Hadisnya ditolak. Setelah diteliti ternyata tidak ada satu perawi pun yang
mempunyai sifat-sifat dan perbuatan seperti itu. Syeikh Aḥmād Syakir
berkomentar, seluruh Hadis Bukhari adalah sahih. Kritik Daruqutni dan
lainnya hanya karena beberapa Hadis yang ada tidak memenuhi persyaratan mereka.
Namun, apabila Hadis-hadis itu dikembalikan kepada persyaratan ahli Hadis pada
umumnya, semuanya sahih[11].
Selain pendapat tersebut di atas, kaum
orientalis, seperti Ignaz Goldziher, A.J. Wensik dan Maurice Bucaille,
turut juga mengajukan kritik, yang kemudian dikenal dengan kritik matan Hadis.
Menurut mereka, para ahli Hadis terdahulu hanya mengkritik Hadis dari sanad
atau perawi saja, sehingga banyak Hadis yang terdapat dalam sahih Bukhari yang
kemudian hari ternyata tidak sahih ditinjau dari segi sosial, politik, sains
dan lain-lain. Di antara Hadis yang dikritik itu adalah Hadis yang berasal dari
al-Zuhri, bahwa Rasulullah saw. Bersabda, “ tidak diperintahkan pergi
kecuali menuju tiga mesjid, yaitu Mesjid al-Haram, Mesjid Rasul, dan Mesjid
al-Aqsa”. Hadis ini menurut Goldziher adalah Hadis palsu yang sengaja dibuat al-Zuhri
untuk kepentingan politik semata. Sedangkan Hadis tentang “lalat masuk air
minum”, “demam berasal dari neraka”, dan “perkembangan embrio” dikritik Maurice
Bucaille karena isinya bertentangan dengan sains.
Ulama kontemporer, seperti Aḥmād Amin
dan Muḥammād al-Ghazali, juga mengajukan kritik terhadap Hadis Bukhari. Aḥmād
Amin mengatakan, meskipun Bukhari tinggi reputasinya dan cermat
pemikirannya, tetapi dia masih menetapkan Hadis-hadis yang tidak sahih ditinjau
dari segi perkembangan zaman dan penemuan ilmiah, karena penelitiannya terbatas
pada kritik sanad saja. Di antara Hadis yang dikritiknya adalah tentang “
seratus tahun lagi tidak ada orang yang masih hidup di atas bumi”. Dan “ Barang
siapa makan tujuh kurma ajwah setiap hari, ia akan selamat dari racun maupun
sihir pada hari itu sampai malam”.
Muḥammad al-Ghazali menyatakan apabila suatu Hadis bertentangan
dengan sains, Hadis itu harus ditolak meskipun ia terdapat dalam sahih
Bukhari, sebab menurutnya, Imam Bukhari itu bukan seorang yang ma’sum.
Seperti Hadis tentang “Seandainya tidak ada Bani Israil, makanan dan daging tidak
akan busuk” adalah Hadis da’if karena tidak sesuai dengan sains.
Kritik-kritik dari kaum orientalis dan ulama
kontemporer tersebut telah mendorong lahirnya para pembela Imam Bukhari untuk
menyanggah kritik-kritikan tersebut seperti Muḥammad Mustafa ‘Azami dan Mustafa
al-Siba’i dengan sanggahan itu membuat semakin menambah kualitas Sahih
al-Bukhari dan mendorong munculnya ulama
Hadis sesudah al-Bukhari untuk membuat syarah maupun ikhtisar kitab
Sahih ini, dan membuat jawaban yang lebih luas dan mendalam terhadap
kritik-kritik ini[12].
F. Kelebihan Dan Kekurangan Kitab Shahih Bukhari
Kitab Shahih Bukhori adalah kitab hadis yang paling
shahih,pendapat ini disetujui oleh mayoritas ulama’hadis.Meskipun termasuk
kitab hadis yang paling shahih, kitab ini tidak luput dari kekurangan.Tapi
kelemahan ini bisa ditutupi oleh kelebihannya.Dibawah ini akan dikemukakan
kelebihan dsan kekurangan dari kitab shahih bukhari.
1. Kelebihan Shahih Bukhari
Banyak
Sekali kelebihan dari kitab Shahih Bukhari,diantaranya:
a. Terdapat pengambila hukum fiqih
b. Perawinya lebih terpecaya
c. Memuat beberapa hikmah
d. Banyak memberikan faedah,manfaat dan
pengetahuan
e. Hadis-hadis dalam Shahih Bukhori
terjamin keshahihannya karena Imam Bukhari mensyaratkan perowi haruslah sejaman
dan mendengar langsung dari rawi yang diambil hadis darinya.
Difahamkan dalam perkataannya Al-Musnad bahwa Al-Bukhari
tidak memasukkan kedalam kitabnya selain dari pada hadis-hadis yang
bersambung-sambung sanadnya melalui para sahabat sampai kepada Rasul, baik
perkataan, perbuatan, ataupun taqrir. Al-Bukhari tidak saja mengharuskan perawi
semasa dengan Marwi ‘Anhu (orang yang diriwayatkan hadis dari padanya) bahkan
Al-Bukhari mengharuskan ad perjumpaan antara kedua mereka walaupun sekali. Karena
inilah para ulama mengatakan bahwa Al-Bukhari mempunyai dua syarat: Syarat
mu’asarah: semasa dan syarat liqa’ : ada perjumpaan.
Maka dengan berkumpul syarat-syarat ini, para imam hadis
menilai shahih Al-Bukhari dengan kitab yang paling shahih dalam bidang hadis.
Bahkan dia dipandang kitab yang paling shahih sesudah Al-Quran dan dipandang
bahwa segala haids yang muttassil lagi marfu’, yang terdapat dalam Shahih
Al-Bukhari, shahih adanya.[13]
2. Kelemahan Shahih Bukhari
Kitab
Shahih Bukhari memuat hadis Aisyah mengenai kasus tersihirnya Nabi yang
dilakukan oleh Labib bin A’syam. Menerima hadis tentang tersihirnya Nabi jelas
membahayakan prinsip kemaksuman Nabi. Selain itu, dengan menerima hadis
tersebut berarti kita ikut membenarkan tuduhan orang-orang kafir bahwa beliau adalah seorang Nabi yang terkena
pengaruh sihir, padahal tuduhan tersebut telah disanggah oleh Allah swt.
Adapun
kekurangan yang lain dari kitab shahih bukhari yaitu bahwa kitab Shahih Bukhori
tidak memuat semua hadis shahih sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Bukhori.[14]
BAB III
PENUTUP
Imam Bukhori adalah Imam Muhaddisin yang sangat berjasa Dalam pengumpulan
hadist. Nama lengkap beliau adalah Abu Abdullah bin Muhammad bin Ismail bin
Ibrahim bin Al- Mughiroh bin Bardizbah al-Ju'fi . Beliau di lahirkan pada hari
jumat ,13 syswal 194 H di Bukhoro . Beliau wafat pada tanggal 30 Ramadhan 256 H
di usiannya ke 62 tahun.
Sejarah
dan latar belakang penulisan kitab Shahih Bukhari ada tiga yaitu: Pertama: Belum adanya
kitab hadis yang khusus memuat hadis-hadis sahih yang mencakup berbagai bidang
dan masalah. Kedua: Dorongan sang guru dan yang Ketiga: Dorongan Hati.
Kitab hadits karya Imam Bukhari disusun dengan
pembagian beberapa judul. Judul-judul tersebut dikenal dengan istilah “Kitāb”.
Jumlah judul (kitab) yang terdapat di dalamnya adalah 97 kitab. Setiap kitab
dibagi menjadi beberapa subjudul yang dikenal dengan istilah “bab”. Jumlah
total babnya adalah 4550 bab, yang dimulai dengan kitab bad’u al-waḥy,
dan disusul dengan kitāb al-Imān, kitāb al-‘Ilm, kitāb al-Wadu’, dan
sterunya.
Telah menjadi kesepakatan ulama dan umat Islam bahwa
kitab Sahih al-Bukhari adalah kitab yang paling otentik dan menduduki tempat
terhormat setelah Alquran. Diantara para ulama yang mengemukakan demikian adalah Ibnu Ṣalāḥ,
beliau mengemukakan, kitab yang paling otentik sesudah Al-Quran adalah Sahih
Bukhari dan Sahih Muslim.
Daftar Pustaka
Soetari, Edang Ilmu Hadits Kajian Riwayat & Dirayah (Bandung:
CV. Mimbar Pustaka, 2008)
Solahuddin, M & Suyadi, Agus Ulumul
Hadits (Bandung: Pustaka Setia, 2009)
Yuslem,
Nawir Kitab
Induk Hadis (Jakarta:
Hijir Pustaka Utama, 2006)
Majid Khon, Abdul Ulumul Hadits
(Jakarta: Amzah, 2010)
Azami, Studiesin Hadith Methodology and leterature, terj. Meth
Kieraha, (Jakarta: Lentera, 2003)
Abu Syuhbah, Muhammad Fi Rihab al Sunnah al-Kitab al-Sahih al-Sittah (Kairo: al-Buhus al-Islamiyah, T. Th.)
Dzulmani, Mengenal Kitab-Kitab Hadits
(Yogyakarta: Insan Madani, 2008)
Adib Salih, Muhammad Lamhat fi Usul
al-Hadis (Beirut: al-Maktab al-Islami, 1399 H)
Ash-Shiddieqy. Hasbi Pokok-pokok
Ilmu Dirayah Hadis Jilid I,
[1] Endang
Soetari, Ilmu Hadits Kajian Riwayat & Dirayah (Bandung:
CV. Mimbar Pustaka, 2008), h. 280.
[3] Nawir Yuslem, Kitab
Induk Hadis (Jakarta: Hijir Pustaka Utama, 2006), h. 51.
[6] Azami, Studiesin Hadith Methodology and leterature, terj. Meth
Kieraha, (Jakarta: Lentera, 2003), h 155
[7] Muhammad
Muhammad Abu Syuhbah, Fi Rihab al Sunnah al-Kitab
al-Sahih al-Sittah (Kairo: al-Buhus al-Islamiyah, T. Th.), h. 57.
[11] Muhammad Adib
Salih, Lamhat fi Usul al-Hadis (Beirut: al-Maktab al-Islami, 1399 H), h. 123
[12] Nawir Yuslem, Kitab Induk Hadis, h. 56-58.
[13] Hasbi
Ash-Shiddieqy. Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadis Jilid I, hlm. 154-155
[14]
http://pandidikan.blogspot.com/2010/05/riwayat-imam-bukhori.html
shiip suwon
BalasHapusmohon izin untuk mengcopy, syukran...
BalasHapusAssalamu'alaikum
BalasHapussyukran katsiiran untuk ilmu nya..
mohon idzinnya mengcopy.
Assalamu'alaikum
BalasHapussyukran katsiiran untuk ilmu nya..
Mohon izinnya untuk mengcopy.
Alhamdulillah. Terima kasih. Saya sebenarnya mencari yang baru dan kontra untuk menilai kekuatan pendapat para penyelidik yang berbagai idea. Tulisan yang pro dan menyanjung2 sudah terlalu banyak sehingga tidak ada yang baru lagi mau diketengahkan. Walau bagaimanapun terima kasih banyak.
BalasHapusAssalamu'alaikum. Mohon izin untuk dicopy dan dijadikan bahan..
BalasHapus