Tahun
politik 2014 rupanya tak hanya jadi panggung bagi para calon presiden dan
anggota legislatif yang berebut kursi kepemimpinan nasional dan daerah. Di saat
yang hampir bersamaan, sejumlah kampus juga memiliki tradisi pesta demokrasinya
sendiri. Di UIN Alauddin Makassara sendiri puncak pesta demokrasi direncanakan
digelar pada 16 Januari 2014. Namun medan pertarungan dan kampanye sudah
dimulai jauh hari.
PEMILMA (Pemilihan Mahasiswa),
salah satu hajatan rutin setiap tahunnya yang diadakan kampus UIN Alauddin
Makassar untuk memilih satu perwakilan mahasiswa sebagai presiden mahasiswa
(presma), pemimpin BEM UIN. Awal tahun 2014 menjadi momen yang istimewa dengan
adanya persiapan – persiapan yang dilakukan oleh masing–masing kandidat calon
presiden juga berbagai persiapan yang dilakukan oleh Lembaga Penyelenggara
Pemila (LPP) untuk menyukseskan Pemilma dan puncaaknya tiba pada 16 januari
2014.
Pada hiruk-pikuk
kampanye para calon Presma UIN, pada kasak-kusuk tim sukses, pada perang spanduk,
liflet dan baliho di taman dan di tembok Fakultas, apa sebenarnya yang hendak diungkapkan? Mungkin penegasan, mungkin keinginan untuk unjuk
kemampuan, mungkin pula hanya sebuah gombalan. Sebab, ini adalah kesempatan langkah
yang hanya diadakan sekali dalam setahun. Apa sesungguhnya yang terjadi dibalik gemuruh politik disekitar suksesi Presma
itu? Adakah sebuah struktur di alam bawah-sadar warga
“UIN Alauddin Makassar” ini bergerak dan pada urutannya menguasai alam-pikiran dan
mobilitas mereka agar memilih calon Presma secara otonom? Adakah pilihan mereka berdasar pada pertimbangan
rasional dan visioner dan tidak dibawah tekanan serta “janji” muluk calon tertentu
dengan aroma pragmatisme yang demikian kental?
Bagi kita,
yang terpenting sesungguhnya tidak semata terletak pada siapa yang bakal terpilih
jadi Presma.
Tetapi lebih
kepada: gagasan besar apa yang bakal diusung oleh Presma terpilih, berikut gebrakan-gebrakan
baru apa yang akan ditawarkan agar kelak relevan dengan gerak evolusioner visi misi
UIN Alauddin Makassar. Sebab bagi kita Presma bukan saja sebagai top manager
dan top leader yang pandai beretorika dalam menyampaikan pidatonya akan tetapi
yang terpenting adalah Presma sebagai wajah dan corong dari paradigm berfikir dominan
sebuah Kampus.
Dengan begitu,
subtansi sebuah Kampus sesungguhnya tidak terletak pada banyaknya mahasiswanya akan
tetapi lebih kepada seberap ajauh kemajuan intelektual dan moralitas mahasiswanya.
Dari
tahun ketahun, dari pergantian Presma yang satu ke Presma selanjutnya, UIN
Alauddin Makassar belum bisa menunjukkan eksistensinya sebagai kampus yang
mampu mengungguli kampus-kampus lainnya utamanya yang ada di Makassar baik dari
segi intelektulnya, moraliatsnya, spritualnya dan lain-lain. Oleh karena itu harapan
besar tercurahkan kepada Presma terpilih nantinya, apakah mampu membawa UIN Alauddin Makassar kearah
yang lebih baik lagi.
Berkaitan
dengan upaya perubahan paradigm inilah, UIN AM kedepan memerlukan sosok Presma yang
tidak sekedar memiliki keterampilan managerial yang baik dan kemampuan
networking yang tinggih tetapi juga, dan lebih penting lagi, memiliki wawasan akademik
yang luas dan paradigm pengembangan kampus yang jelas dan konsisten menekankan pentingnya
aspek-aspek yang bersifat mental, intelektuldan spiritual.
Kita
berharap tentunya, semoga Pemilma di UIN Alauddin Makassar ini menjadi lebih baik dan menghasilkan para
intelek yang profesional dan mengayomi mahasiswa yang lain.
Dengan
pemilihan tahun ini menjadikan nama baik UIN bukan malah memberi dampak buruk,
siapa pun yang terpilih nanti hendaknya menjalankan amanah dan tugas ini dengan
ikhlas dan siapa yang kalah hendaknya berjiwa besar, karena kita semua adalah
sang pemenang.
Sangat setuju dengan opini Anda. Kisah ttg Pemilma tahun 2014 di UIN yg sudah digelar menjadi ajang refleksi buat kita sekarang yang tengah menjalani proses di tahun ini.
BalasHapusSdh bgus, makipun masih ada sedikit yg belum di edit..