Melanjutkan pendidikan diperguruan tinggi
adalah merupakan cita-cita setiap orang yang baru menyelesaikan pendidikannya
di SMA dan sederajat. Merupakan kebanggaan tersendiri buat mereka dengan menyandang
status sebagai mahasiswa. Karena menjadi seorang mahasiswa tentunya akan
mengangkat derjatnya dan akan dipandang ditengah masyarakat. Tidak hanya mereka
yang bangga dengan statusnya sebagai mahasiswa akan tetapi orang tuanya pun
juga ikut merasa bangga ketika anaknya menjadi seorang mahasiswa. Ketika orang
tuanya ditanya, “anaknya dimana bu?” Ibunya pun menjawab dengan biasa-biasa
saja “Baru di SMP atau masih di SMA”, tetapi ketika anaknya beranjak dewasa,
ketika ibunya ditanya “anaknya dimana bu? Dengan bangganya sang ibu menjawab
“Anak saya kuliah di ....”.
Itu
juga sebenarnya yang saya rasakan dulu, pertama kali menginjakkan kaki dikampus
UIN Alauddin Makassar, ada berbagai perasaan yang menyelimuti saya, senang, bangga dan
tertantang. Senang karena bisa melanjutkan pendidikan di kampus UIN yang
merupakan cita-cita saya waktu masih di MA, apalagi saya masuk di Fakultas
Ushuluddin, Filsafat dan Politik yang notabenenya kata dosen adalah fakultas
kaum intelektual. Bangga karena berhasil bersaing dengan ribuan calon mahasiswa
yang bermimpi kuliah di universits islam negeri dan akhirnya saya juga lulus.
Saya pun tertantang karena menjadi seorang mahasiswa itu bukan hal yang mudah,
karena banyak amanah yang harus saya selesaikan, bukan hanya sekedar amanah dari
orang tua akan tetapi juga amanah dari Tuhan. Identitas baru pun melekat dalam
diri saya yaitu MAHASISWA.
Berbagai
alasan-alasan atau tujuan yang di kemukakan sehinggah mereka masuk ke perguruan
tinggi, salah satu alasan yang paling
mendasar yang terucap dari mulut mereka adalah supaya mudah untuk mendapatkan
pekerjaan. Dengan kuliah tentunya akan mendapatkan pekerjaan yang lebih layak
dan tentunya berbeda dengan mereka yang hanya tamat SD, SMP ataupun SMA.
Sehingga prioritas utamanya bukanlah untuk menambah ilmu pengetahuan.
Pada
kenyataannya, itulah yang terjadi pada mahasiswa, tidak hanya sekedar untuk
mendapatkan sebuah pekerjaan, jabatan ataupun kedudukan akan tetapi menjadi
seorang mahasiswa adalah sebuah gaya hidup. Status sebagai mahasiswa adalah
perubahan gaya hidup yang berbeda dengan yang lain, karena menurut mereka
menjadi mahasiswa adalah gaya hidup yang dipandang sebagai gaya hidup kelas
menengah atau bahkan kelas atas yang mampu mengkomsumsi produk gaya hidup
modern.
Status
mahasiswa sebagai kaum intelektual tidak berlaku lagi pada mereka. Masyarakat
tidak memandang lagi mahasiswa sebagai pembela rakyat, pengontrol gerak
pemerintah, dan aktivis perubahan (Agen of change). Posisi insan kampus ini
mengalami titik kritis sehinggah posisinya semakin tidak jelas. Belum lagi
media terutama Televisi menambah citra buruk mahasiswa yang dimana didalamnya
mahasiswa seolah-olah menjadi obyek yang menarik untuk dijual. Mereka hadir
dalam acara Reality Show, OVJ, EMPAT MATA dan lain-lainnya yang dengan lengkap
memakai almamaternya, mereka biasa-biasa saja bahkan justru bangga karena bisa
masuk Televisi.
Dalam
kisah sinetron juga misalnya, mahasiswa juga hanya sebagai obyek tontonan dan
tertawaan masyarakat yang sama sekali tidak bisa disumbangsikan kepada
masyarkat, mengangkat kisah kehidupan mahasiswa yang sibuk dengan urusan
cintanya dengan drama yang berlebihan, dimana kampus hanya sebagai tempat
pencarian pasangan, menjadi tempat aktivitas “cinta sempit” yang bernama
“pacaran”, menonjolkan tampilan fisik, trendi-trendian dan gaul-gaulan.
Sehingga apa yang terjadi adalah mahasiswa hanya dipandang sebagai mereka yang
hanya mementingkan dan memikirkan dirinya sendiri. disisi lain mereka menangis
dan bersedih ketika tidak mendapatkan pasangan, menjadikan kampus sebagai
tempat bersenang-senang dan hura-hura, menyediakan waktu yang banyak di Mall,
sehingga kampus pun menjadi sebagian dari gaya hidup.
Apa
yang terjadi saat ini pada mahasiswa, sungguh menjadi ironi. Gaya hidup mahasiswa sekarang terprosok kearah prinsip hidup hedonisme yang kalau boleh
dibilang, justru menjerumuskan diri mereka pada jurang kapitalisme. Sifat acuh
terhadap realitas sosial, pergaulan dan gaya hidup glamour yang mengikuti trend
masa kini membuat mahasiswa menjadi apatis.
Kegiatan
yang diadakan oleh mahasiswa di kampus pun sudah jauh dari mencerahkan,
kebanyakan kegiatan-kegiatan mereka terutama yang digarap oleh organisasi intra
kampus lebih cenderung kepada hedonis, yang sama sekali tidak menuju kepada
intelektual. Pentas musik, Pemilihan Putra Putri UIN adalah kegiatan-kegiatan
yang hanya menonjolkan gaya hidup semata yang sama sekali tidak mengarah kepada
hal-hal yang sifatnnya akademik dan ilmiah. Meskipun ada kegiatannya yang
intelektual, seperti halnya seminar atau bedah buku, akan tetapi semua itu
tidak mengarah kepada fungsi seminar sebagai tempat untuk tema-tema kritis dan
mencerahkan, terutama berguna kepada perubahan sosial. Mereka yang hadir dalam
seminar hanya sekedar mengadiri saja dan bahkan tujuan utamanya adalah untuk mendapatkan sertifikat.
Bermacam-macam
sekarang aktivitas mahasiswa yang dapat kita jumpai, akan tetapi tidak jelas
kemana arahnya. Mereka memang rajing datang ke kampus, mengisih daftar absen,
duduk mendengarkan kuliah, tetapi kebanyakan dari mereka hanya duduk saja tanpa
mengajukan satu pun pertanyaan.
Mereka
menghabiskan waktunya dengan berkumpul di kantin, atau duduk di tempat-tempat
yang indah di kampus. Apa yang mereka bicarakan? Produk barukah? Teman atau
pacar barukah? atau film drama cinta korea? Lalu kemudian berapa banyak waktu
yang mereka sediakan untuk membaca, menulis dan kajian? Tentu kita
masing-masing sudah tahu jawabannya. Sehingga budaya kritispun seakan lenyap
dengan seiring berjalannya waktu.
Inti
dari tulisan ini sebanarnya adalah cuma ingin mengingatkan kepada teman-teman.
Saya tidak bermaksud untuk menghakimi, karena sebenarnya teman-teman sudah
tahu, hanya saja perlu direfleks kembali. Karena sesungguhnya mahasiswa adalah
generasi pelanjut yang akan menggantikan mereka yang diatas, menggantikan
mereka yang dipemerintahan, menggantikan mereka yang mengajar di kampus sebagai
dosen, menggantikan mereka yang di mesjid sebagai imam dan sebagainya. Jikalau
saat ini mahasiswa hanya tinggal diam, dan terlenah oleh kesenangan-kesenagan
yang ditawarkan oleh kaum kapitalis, dan terbawa arus oleh gaya hidup modern,
pastinya mimpi untuk memperbaiki negeri ini hanya sekedar di buah bibir saja, perubahan-perubahan yang
diharapkan hanya sekedar hayalan saja, oleh karena itu, mahasiswa seharunya
kembali kepada identitas dan fungsinya, budaya-budaya mahasiswa harus
dikembalikan karena kemunduran kampus adalah kemunduran kemanusisaan.
Top 10 Casinos in North America (MapYRO) - Mapyro
BalasHapusThe casino is part of 안성 출장안마 the Station Casinos collection, and 삼척 출장안마 in fact 서울특별 출장샵 it's the first Native American casino 하남 출장안마 in the country to launch. It was 고양 출장샵 in fact the first Native American